Sabtu, 22 Mei 2010

Makna Rabb

Posted by: "wirawan" wirawan.smg@gmail.com wirawan_smg
Wed May 19, 2010 5:46 pm (PDT)


*Makna Rabb*

Segala puji hanya milik Allah *Subhaanahu Wa Ta’aalaa*. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah tercinta, Muhammad bin
Abdullah, segenap keluarga, para sahabat dan umatnya yang setia.

Apabila kita bertanya kepada seseorang…siapa *Rabb*-mu?

Barangkali orang tersebut akan menjawab..Allah *Rabb*-ku…

Penggunaan kata *Rabb* memang biasa diterjemahkan sebagai Tuhan. Ini tidak
salah. Namun kata *Rabb* bisa juga diterjemahkan sebagai :

(1) Tuan besar, majikan, pemimpin yang bagaikan as sebuah motor yang padanya
tergantung gerakan motor itu.

(2) Ketua yang diakui kekuasaannya, berwibawa dan yang semua
perintah-perintahny a dipatuhi dan diendahkan.

Sebagaimana Fir’aun menjadikan dirinya sebagai *rabb* selain Allah.

Menjadikan manusia sebagai *Rabb* selain Allah *Subhanahu Wa Ta’ala* adalah
kemusyrikan. Sebagaimana orang Nasrani menjadikan alim-ulama dan
pendeta-pendeta mereka sebagai *Rabb* selain Allah *Subhanahu** Wa**Ta’ala*
*

AYAT-AYAT YANG MENGANDUNG MAKNA (2) DAN SEBAHAGIAN DARI MAKNA (1)

اِتَّخَ ُ ذوْا َأحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ َأرْبَابًا مِّن دُونِ الّلهِ

Mereka angkat para alim-ulama dan pendita-pendita mereka sebagai Rabb-rabb
(tuhan-tuhan) selain Allah... QS.9:31.*

وَ َ لا يَتَّخِ َ ذ بَعْضُنَا بَعْضًا َأرْبَابًا مِّن دُونِ الّلهِ

Dan kita tidak saling menjadikan Rabb-rabb (tuhan-tuhan) selain Allah.
QS.3:64.

Adapun yang dimaksud dari kata *Arbaban*, kata majmuk dari *Rabb* pada dua
ayat tersebut ialah, semua pemimpin, baik pemimpin agama, ormas dan orpol,
mahupun pemimpin lainnya, yang mengeluarkan aturan atau rencana yang lalu
ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan mereka, sekalipun bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan Allah. Malah dianggap biasa.

(*) Ketika ayat ini dibacakan dihadapan shahabat ‘Adiy Ibnu Hatim, asalnya
beliau ini Nasrani sedang beliau datang kepada Rasul dalam keadaan masih
Nasrani. Dan ketika mendengar ayat ini dengan vonis-vonis di atas, maka
‘Adiy Ibnu Hatim berpikir: Kami (maksudnya: dia dan orang-orang Nasrani)
tidak pernah shalat, sujud kepada alim ulama kami, atau kepada pendeta kami,
lalu kenapa Allah memvonis kami musyrik, kami melanggar *Laa ilaaha
illallaah* dst. Jadi dalam benak ‘Adiy Ibnu Hatim bahwa yang namanya
kemusyikan itu adalah shalat, sujud atau memohon kepada selain Allah.
Sehingga mereka tidak mengetahui bahwa yang mereka lakukan selama ini adalah
kemusyrikan, mereka heran… sebenarnya apa kemusyrikan yang dilakukan dan
bagaimana bentuknya sehingga kami disebut telah mentuhankan alim ulama ?


Maka Rasulullah *shalallahu ‘alaihi wasallam* berkata: “*Bukankah orang –
orang alim dan para rahib kalian itu menghalalkan apa yang telah Allah
haramkan lalu kalian ikut-ikutan menghalalkannya? , bukankan mereka
mengharamkan apa yang telah Allah halalkan kemudian kalian juga
mengharamkannya? *”, lalu ‘Adiy berkata: “*Ya !*”, maka Rasul berkata: *“Itulah
bentuk peribadatan (orang nasrani) terhadap mereka*”

Lengkapnya adalah sbb:

Mengenai penafsiran ayat ini, at-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Adi bin
Hatim, bahwa dia berkata: “Ya Rasulullah, mereka itu tidak menyembah mereka
(orang-orang alim dan para rahib).” Maka beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam
pun menjawab: “Tidak demikian, sesungguhnya orang – orang alim dan para
rahib menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal bagi mereka, lalu
mereka mengikuti orang – orang alim dan para rahib itu, maka yang demikian
itu merupakan *penyembahan* kepada orang-orang alim dan para rahib tersebut.
(Sumber : Tafsir Ibnu Katsir)

Kembali ke pembahasan mengenai *rabb*.

Contoh penggunaan kata “rabb” yang tidak diterjemahkan / diartikan sebagai
“tuhan”:

َأمَّا َأحَدُ ُ كمَا َفيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا

Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan kembali melayani rabbnya
(tuan/majikannya) dengan minuman keras. QS.12:41.

وََقا َ ل لِلَّذِي ظَنَّ َأنَّهُ نَاجٍ مِّنْهُمَا ا ْ ذ ُ كرْنِي عِندَ
رَبِّكَ َفَأنسَاهُ الشَّيْ َ طا ُ ن ذِكْرَ رَبِّهِ

Dan (Yusuf) berkata kepada orang yang sudah diyakini akan bebas itu:

Terangkanlah keadaanku kepada rabb (tuan)mu. Tetapi syaitan menjadikannya
lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada rabb (tuan)nya. QS.l2 :42.

َفَلمَّا جَاءهُ الرَّسُو ُ ل َقا َ ل ارْجِعْ إَِلى رَبِّكَ َفاسَْأْلهُ مَا
بَا ُ ل النِّسْوَةِ اللاَّتِي َقطَّعْنَ َأيْدِيَهُنَّ إِنَّ

رَبِّي بِ َ كيْدِهِنَّ عَلِيمٌ

Tatkala utusan itu datang kepadanya (Yusuf), berkatalah ia (Yusuf):

Kembalilah kepada rabb (tuan)mu dan tanyakanlah padanya bagaimana halnya
dengan wanita-wanita yang telah melukai (jari) tangan-tangan mereka.
Sesungguhnya Rabb (Tuhan)ku, Maha Mengetahui tipu-daya mereka. QS.12:50.

Yusuf a.s. memberikan prediket *rabb* itu kepada raja dan penguasa atau
majikan-majikan di Mesir. Orang-orang Mesir pada waktu itu, menganggap
setiap raja, mahupun pejabat dan penguasa ataupun majikan, sebagai pemilik
dan berkuasa mutlak keatas mereka. Mereka dapat menyuruh dan melarang dalam
segala hal tanpa boleh dibantah. Dengan demikian mereka dianggap sebagai *
rabb-rabb*. Tetapi sebaliknya, Nabi Yusuf tidak bermaksud dari kata Rabbi
(Tuhanku) selain Allah s.w.t. Kerana, mutlaklah kekuasaanNya.

Demikian juga yang dimaksud dengan Fir’aun. Ia menganggap dirinya adalah
penguasa tertinggi, pemimpin tertinggi bangsa Mesir. Karena bila ia mengakui
Musa a.s sebagai utusan dari *Rabb *yang *haq*, maka otomatis kekuasaannya
menjadi tidak berarti, menjadi terbatas karena diganti dengan
syariat-syariat dari Allah melalui Musa a.s.

Jelasnya perhatikan kisah berikut ini : (NB: menurut pengetahuan modern,
dari peninggalan piramid dan hieroglyph, tuhan bangsa Mesir Kuno bukanlah
Fir’aun, melainkan ; Dewa Horus, Dewa Ra, Dewi Isis dan dewa-dewa yang lain)

* *

*FIR’AUN DAN BANGSA MESIR*

Marilah kita telaah kisah Fir’aun Raja Mesir dan rakyatnya zaman dahulu.

Mereka termasuk di antara bangsa-bangsa zaman dahulu yang dituduh dengan
yang tidak-tidak. Mereka dituduh masyarakat masa kini dengan apa yang
dilontarkan terhadap Namrud Raja Babilon dan rakyatnya, bahkan berlebihan.

Fir’aun, selain dituduh ingkar akan Allah Tuhan seru sekalian alam,
memproklamasikan dirinya sebagai satu-satunya tuhan. Kalau benar, maka
alangkah tololnya Fir’aun itu menyatakannya di hadapan bangsanya yang boleh
dikatakan sudah tinggi kebudayaannya. Dan alangkah bodohnya bangsa Mesir,
terutama para pejabat pemerintahan jika mereka percaya.

Fir’aun menentang Nabi Musa a.s. kerana paksaan politik anti suku Israel,
suku Musa. Sebab, itulah, maka. Fir’aun sangat gigih menentang *Uluhiyah*dan
*Rububiyah* Allah yang diperjuangkan Musa a.s., kendatipun meyakininya,
seperti kaum sekular dewasa ini. Adapun penjelasan lebih lanjut tentang
Fir’aun dan para pejabat tinggi pemerintahnya, adalah sebagai berikut:

Ketika Nabi Yusuf a.s. dinobatkan sebagai raja baru Mesir pengganti yang
telah mangkat, maka perhatiannya sangat besar terhadap dakwah. Kerananya
dikenal seluruh lapisan, kendatipun tidak semuanya memeluk *dien* raja
mereka (Islam) itu. Tetapi mereka percaya bahwa Allah Pencipta alam semesta
ini, adalah *Ilah* dan *Rabb* (sesembahan dan Tuhan) mereka serta dewa-dewa
yang disembahnya itu.

Ratusan tahun kemudian, dimana generasi-generasi bergantian, kaburlah ajaran
Yusuf itu. Namun demikian pengaruhnya masih ada pada generasi-generasi
pelanjut itu sampai generasi Musa a.s. Musa pun diutus Allah sebagai Rasul
dan Nabi sekaligus. Adapun bukti pengaruh ajaran Yusuf a.s. itu yang masih
melekat pada diri orang-orang Mesir ialah ketika kabinet berkali-kali sidang
di bawah pimpinan Fir’aun yang hendak merencanakan pembunuhan Musa a.s.,
maka tampillah salah seorang menteri di antaranya menentang perencanaan itu
seraya berkata:

َأتَقْتُُلو َ ن رَجًُلا َأن يَُقو َ ل رَبِّيَ اللَّهُ وََقدْ جَآءَ ُ كم
بِاْلبَيِّنَاتِ مِن رَّبِّ ُ كمْ وَإِن يَكُ َ كاذِبًا َفعََليْهِ

َ كذِبُهُ وَإِن يَكُ صَادًِقا يُصِبْ ُ كم بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ إِنَّ
اللَّهَ َلا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ

كَذَّابٌ يَا َقوْمِ َلكُمُ الْمُلْكُ الْيَوْمَ َ ظاهِرِينَ فِي الَْأرْضِ
َفمَن يَنصُرُنَا مِن بَأْسِ اللَّهِ إِ ْ ن

جَآءَنَا

Apakah kamu akan membunuh orang kerana ia menyatakan bahawa Tuhannya adalah
Allah dan telah membawakan bukti-bukti akan kebenarannya dari Tuhan kalian
itu? Seandainya ia dusta, maka ia akan memikul akibatnya. Tetapi kalau
benar, maka kamu akan mengalami bencana yang dikatakannya itu. Dan Allah
takkan menunjuki orang yang bersikeras dan pendusta. Hai kaumku, sekarang
kamulah yang berkuasa, bertindak semahu diri. Tetapi ingatlah nanti, siapa
gerangan yang akan dapat menolong kita bila azab Allah (bencana) menimpa
kita? QS.40:28-29.

يَا َقوْمِ إِنِّي َأخَافُ عََليْ ُ كم مِّثْ َ ل يَوْمِ الْأَحْزَابِ مِثْ َ ل
دَأْبِ َقوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وََثمُودَ وَالَّذِينَ

مِن بَعْدِهِمْ

Hai kaumku, sungguh aku khuatir (bencana) menimpa kalian seperti yang
menimpa kelompok.kelompok masa lalu. Seperti nasib Kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan
lain-lainnya. QS.40 :30-31.

ََلَقدْ جَآءَ ُ كمْ يُوسُفُ مِن َقبْلُ بِاْلبَيِّنَاتِ َفمَا زِْلتُمْ فِي
شَكٍّ مِّمَّا جَآءَ ُ كم بِهِ حَتَّى إَِذا

هََلكَ ُقْلتُمْ َلن يَبْعَ َ ث اللَّهُ مِن بَعْدِهِ رَسُوًلا

Dan dahulu telah datang pada kalian Yusuf dengan keterangan yang jelas,
tetapi kalian tiada hentinya meragukan apa yang ia bawa kepada kalian itu.
Sampai ketika ia meninggal, maka kalian berkata: Allah tidak akan mengutus
seorang Rasul lagi sesudahnya.. . QS.40:34.

وَيَا َقوْمِ مَا لِي َأدْعُو ُ كمْ إَِلى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إَِلى
النَّارِ تَدْعُونَنِي لَِأكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ

بِهِ مَا َليْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وََأنَا َأدْعُو ُ كمْ إَِلى الْعَزِيزِ
اْلغَفَّارِ

Hai kaumku, sungguh aku hendak menghindarkan kalian dari bencana tapi
mengapa kamu hendak mengajakku ke neraka (penderitaan) ? Kamu suruh aku
menentang Allah dan menyekutukan dengan Dia apa yang tidak kukenal, sedang
aku mengajak kalian kepada yang Maha Gagah lagi Maha Pemurah. QS.40: 41-42

Dari kata-kata pejabat tinggi tadi, maka jelaslah sudah betapa ajaran Nabi
Yusuf membekas pada diri-diri mereka semua, kendatipun setelah ditinggalnya
sejak ratusan tahun. Mengingatkan ini, maka tak mungkinlah seorang orang pun
di antara bangsa Mesir ketika tidak tersentuh hatinya oleh dakwah Nabi Yusuf
a.s. itu. Kerana itu, tidak akan ada yang engkar terhadap Allah, Tuhan seru
sekalian alam, takkan engkar terhadap *Uluhiyah* dan RububiyahNya. Tetapi,
mereka berbuat suatu kesalahan besar, seperti kesalahan yang dilakukan oleh
bangsa-bangsa atau suku suku dan kaum Nuh Ad, Tsamud Namrud dan Babilon dan
lain-lainnya, seperti anda ketahui dan halaman-halaman lalu.

Kesalahan tersebut ialah mempersekutukan anasir-anasir atau oknum-oknum
tertentu dengan Allah dalam *Rububiyah* dan *Uluhiyah*. Dengan demikian
bererti kekuasaan Allah tidak mutlak, lantaran terbahagi di antara
oknum-oknum yang telah dipersekutukan mereka itu. Dengan demikian, mereka
menentang ketentuan-ketentuan Allah menolak perintah dan menggeser
laranganNya.

Kini timbul tandatanya tentang peribadi Fir’aun Raja Mesir dahulu itu.
Menurut pendapat orang-orang Islam pada umumnya, bahwa Fir’aun itu, tidak
percaya akan adanya Allah, engkar terhadap Tuhan seru sekalian alam. Ia
menganggap dirinya sebagai *ilah* dan *rabb*, sesembahan dan tuhan. Pendapat
ini berdasarkan al-Quran. Antara lain:

(1) Ketika Musa berkata: “Aku adalah pesuruh Tuhan seru sekalian alam,” maka
sambut Fir’aun dengan pertanyaan: “Gerangan apakah Tuhan seru sekalian alam
(Rabbul-alamin) itu?” Q.26:16&23.

(2) Perintah Fir’aun kepada Haman agar membangunkan sebuah menara untuk
membuktikan Ilah (Sesembahan) Musa a.s. Q.40:36-37.

(3) Ancamannya pada Musa a.s.: “Jika engkau menganggap suatu tuhan selain
aku, akan ku penjarakan.” Q.26:29.

(4) Pernyataannya di depan rakyat: “Akulah rabb (tuhan) kalian.” Q.79:24.

(5) Pernyataannya di depan para pejabat tinggi: “Tidak ada ilah (sesembahan)
bagi kalian selain aku.” Q.28 :38

Pernyataan-pernyata an serupa tersebut, memang menimbulkan tuduhan atas diri
Fir’aun sebagai tidak percaya akan adanya Allah, tidak mengenal *
Rabbulalamin* , Pencipta dan Tuhan seru sekalian alam dan menganggap dirinya
sebagai tuhan dan sesembahan. Sesungguhnya, pernyataan-pernyata an Fir’aun
tadi, terdorong oleh emosi dan rasa khuatir yang mencengkam alam fikirannya.
Ia khuatir dengan dakwah atau misi Musa itu, kekuasaan negara akan jatuh
kembali ke tangan suku Bani Israel lagi.

Ketika Nabi Yusuf as. menduduki singgahsana kerajaan Mesir, beliau
menyebar-luaskan kepercayaan terhadap Allah sebagai satu-satunya sesembahan
dan Tuhan seru sekalian alam, sehingga mereka yang tidak memeluk agama yang
dibawakannya itupun rnenghayati kepercayaan tersebut.

Berkat keluhuran keperibadiannya, maka besar jualah pengaruhnya di hati
segenap masyarakat, dimana sukunya (Israel) berpengaruh dan disegani. Maka
dengan mudah mereka mendapatkan kedudukan-kedudukan tinggi dalam
pemerintahan selama beberapa abad.

Tiada sesuatu yang kekal di alam ini. Begitulah halnya dengan pengaruh dan
kekuasaan suku Israel di Mesir itu. Tindakan dan tingkah pola mereka yang
tidak senonoh atau adil itu, menimbulkan anti pati kebencian terhadap mereka
di kalangan rakyat Mesir dan tokoh — atau pemuka-pemuka mereka.
Makatimbullah pergolakan. Sudah tentu kemenangan akhirnya di pihak yang
adil.

Tetapi suku Israel berusaha mengambil alih kembali kekuasaan atas Mesir di
bawah tanah. Tetapi pemerintah mengadakan pengawasan terhadap mereka lebih
ketat. Sehingga setiap bayi laki-laki yang lahir dibunuh, supaya
lama-kelamaan kaum laki-laki musnah kerana tiada pengganti. Dengan demikian,
maka akan punahlah suku Israel itu dari permukaan bumi sekiranya tidak
ditolong Allah s.w.t.

Maka dengan seizin Allah, lahirlah seorang bayi laki-laki dan dia bernama
Musa yang dapat perlindungan khusus dari Allah dari kekejaman atau
kebijaksanaan Fir’aun yang tidak bijaksana itu. Malah justeru dipelihara
oleh Fir’aun di dalam istana sebagai anak dan pangeran yang disayangi sekali
oleh sekeluarga. Sehingga apabila sudah dewasa dan layak diberi tugas
risalah (misi) oleh Allah, Tuhan seru sekalian alam, maka Fir’aun dan
kelompoknya akan menghadapi suatu tentangan yang sungguh berat sekali,
dimana tiada alternatif bagi mereka selain tunduk dan setia pada misi Musa
itu, dimana menurut pendapat mereka, bererti menyerahkan kembali kekuasaan
negara kepada Musa dan suku Israel yang sudah dikenal di masa lalu sebagai
penguasa-penguasa yang tidak adil dalam segala tindakan mereka, sehingga
memiskinkan dan memelaratkan rakyat. Atau menentang Musa, dimana masih
tampak harapan untuk bertahan. Maka yang inilah dipilihnya dan dijadikannya
sebagai garis besar haluan negara. Mereka tidak segan-segan lagi
mempergunakan segala tipudaya dan muslihat serta intimidasi dengan asal demi
kemenangan terakhir.

Dalam pada itu, al-Quran menceritakan sebagai berikut: Berkatalah Fir’aun
kepada para pejabat terasnya ketika menerima Musa a.s. dan menghadapinya:

َفَلوَْلا أُلْقِيَ عََليْهِ َأسْوِرٌَة مِّن َذهَبٍ َأوْ جَآءَ مَعَهُ
الْمَلَائِ َ كةُ مُقْتَرِنِينَ

(Sebagai utusan Allah) mengapa tidak dipakaikan padanya seragam dari emas
(tanda kebesaran) atau diiringi barisan Malaikat? QS.43 :53.

Apakah mungkin berkata demikian seorang engkar akan Allah dan Malaikat itu?

Di lain bahagian al-Quran membawakan dialog yang pernah terjadi antara
mereka berdua. laitu, setelah Musa a.s. mempertunjukkan beberapa Mukjizat
kepadanya, maka Fir’aun berkata:

فَقَا َ ل َلهُ فِرْعَو ُ ن إِنِّي َلَأظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا َقا َ ل
َلَقدْ عَلِمْتَ مَا َأنزَ َ ل هَؤُلآءِ إِلاَّ

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي َلَأظُنُّكَ يَا فِرْعَو ُ
ن مَْثبُورًا

Maka berkatalah Fir’aun: Hai Musa, jelaslah bagiku, bahawa semua itu, adalah
sihir (black magic) semata.

Lalu jawab Musa: Sesungguhnya engkau sudah tahu dan yakin benar, bahawa hal
itu takkan dapat diperlakukan kecuali oleh Tuhan seru sekalian alam. Dan aku
yakin, bahawa engkau hai Fir’aun pasti binasa. QS.17:l0l-102.

Di ayat lain al-Quran membongkar isi hati Fir’aun dan kuncu kuncunya:

َفَلمَّا جَآءَتْهُمْ آيَاتُنَا مُبْصِرًَة َقاُلوا هَ َ ذا سِحْرٌ مُّبِينٌ
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيَْقنَتْهَآ َأنُفسُهُمْ

ُ ظْلمًا وَعُُلوا

Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami (Allah) itu sampai kepada mereka dengan
jelasnya, mereka sanggah: Ini adalah sihir semata. Sengaja mereka engkari,
padahal mereka yakin dalam hati akan kebenarannya. QS.27:l3-14.

Di bahagian lain, al-Quran mengungkapkan tipu daya pihak Fir’aun

terhadap dakwah Musa di muka umum:

َقا َ ل َلهُم مُّوسَى وَيَْل ُ كمْ َلا تَفْتَرُوا عََلى اللَّهِ َ كذِبًا
َفيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وََقدْ خَابَ مَنِ

اْفتَرَى َفتَنَازَعُوا َأمْرَهُم بَيْنَهُمْ وََأسَرُّوا النَّجْوَى َقاُلوا
إِ ْ ن هَذَانِ َلسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ َأن

يُخْرِجَا ُ كم مِّنْ َأرْضِ ُ كم بِسِحْرِهِمَا وَيَ ْ ذهَبَا بِطَرِيَقتِكُمُ
اْلمُْثَلى

Kata Musa kepada mereka: Hati-hatilah, jangan berdusta terhadap Allah, kelak
kamu dibinasakanNya dengan azab. Dan pastilah rugi orang berdusta itu.

Lalu timbul perselisihan pendapat di antara mereka sendiri tentang sikap
yang akan diambilnya dalam sidang tertutup.

Lalu kata mereka di hadapan umum: Bahawasanya dua ahli sihir ini, akan
merebut kekuasaan negerimu ini dengan sihir serta mengubah
peraturan-peraturan mu yang sempurna itu sekali. QS.20:6l-63.

Adapun yang menimbulkan perselisihan di antara pihak. Fir’aun atau penguasa
ialah ancaman Musa terhadap mereka dengan kepastian menimpanya *azab* Allah
(bencana, kekacauan, kesulitan dan lain lain lagi) bila mereka menentang
ketentuan ketentuan Allah (norma-norma alamiah/insaniah) yang berlaku sejak
dahulu hingga akhir zaman. Dengan ini mereka sedari benar-benar dengan penuh
keyakinan, tidak dibantah. Akan tetapi kerana mereka khuatir kekuasaan
negeri jatuh kembali di tangan suku Israel golongan Musa itu, maka kebenaran
dan keadilan yang diperjuangkan Musa itu selalu diputar belitkan.

Mukjizat-mukjizat yang tak mungkin dilakukan kecuali oleh Allah dengan
perantaraan pesuruh atau RasulNya dianggapnya sihir seperti yang dilakukan
oleh banyak ahli sihir. Dan Musa difitnah mereka sabagai ahli sihir yang
sangat mahir yang mahu merebut kekuasaan negara dan bangsa Mesir, dimana
undang-undang dan peraturan serta adat istiadat bangsa Mesir yang sudah
sempurna itu dibuangnya.

Kerana jelas sudah hakikat tersebut, maka mudahlah bagi kita untuk
selanjutnya mengkaji:

(1) Apa sebab Fir’aun memusuhi Musa a s.

(2) Di sektor manakah kesesatan (kekeliruan) Fir’aun dan orang Mesir masa
lalu itu?

(3) Erti yang manakah dari kata *ar* *Rabb* yang dimaksud Fir’aun hingga ia
menganggap dirinya sebagai *ilah* dan *rabb* (sesembahan dan tuhan) itu?

Supaya mendapatkan jawapan yang memuaskan, baiklah kita telaah lebih dahulu
keterangan yang disertai ayat ayat al Quran sebagai berikut.

(1) Kelompok yang berpihak Fir’aun, setiap kali mendapat kesempatan dalam
pertemuan, baik di sidang mahupun di luarnya menganjurkan Fir’aun agar
bertindak sekeras-kerasnya terhadap gerakan atau dakwah Musa a.s. itu:

َأتَ َ ذرُ مُوسَى وََقوْمَهُ لِيُ ْ فسِدُوْا فِي الأَرْضِ وَيَ َ ذرَكَ
وَآلِهَتَكَ

Mengapa tuan biarkan saja Musa dan sukunya mengacau dan meninggalkan (tidak
menghiraukan) tuan dan sesembahan-sesembah an tuan itu? QS.7 :127.

Sebaliknya, di pihak yang pro Musa dan merahsiakan imannya di antara
pejabat-pejabat tinggi itu, berkata:

تَدْعُونَنِي لَِأكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا َليْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ

(Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir terhadap Allah dan mempersekutukan
dengan Dia apa yang tak kuketahui itu? Q.40:42.

Jika kedua ayat tersebut dan sejarah Fir’aun dan Mesir pada masa dahulu itu
diteliti, maka akan jelaslah bahwa berhala-berhala atau
sesembahan-sesembah an yang mereka persekutukan dengan Allah dalam
RububiyahNya, terbatas pada makna (Memelihara dan menjamin atau memenuhi
keinginan yang dipelihara) dan (Membimbing serta mengawasi di samping
memperbaiki dalam segala hal.). Maka itu, mereka sembah. Seandainya Fir’aun
mengangkat dirinya sebagai *rabb* (tuhan) dalam arti yang luas itu, iaitu
menguasai seluruh ketentuan alam dan tata-tertibnya serta tiada tuhan
mahupun sesembahan selain dia, maka takkan berdiri sebuah patung berhala pun
di tanah Mesir itu.

(2) Adapun pernyataan Fir’aun di hadapan seluruh pejabat tinggi:

يَا َأيُّهَا الْمََلأُ مَا عَلِمْتُ َل ُ كم مِّنْ إَِلهٍ َ غيْرِي

Hai seluruh pejabat: Selainku, tiada tuhan bagi kamu. Q.28 :38.

Dan ancamannya kepada Musa a.s.:

َلئِنِ اتَّخَذْتَ إَِلهًا َ غيْرِي َلَأجْعََلنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ

Akan kupenjarakan jika engkau mempertuhankan sesuatu selainku. Q.26 :29.

Maksud Fir’aun dengan kata-katanya di atas tadi ialah, melarang Musa untuk
berdakwah. Tidak bererti bahawa ia ingkar akan Allah dan ingkar terhadap
berhala-berhala yang disembahnya dan disembah rakyat. Kalau dibiarkannya
Musa herdakwah hingga berhasil, maka takkan ada satupun tuhan akan diakui
selain Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang tak terbatas kekuasaanNya
di segala lapangan hidup, baik lapangan politik mahupun sosial dan
lain-lainnya tanpa kekecualian, dimana Fir’aun dan yang lain takkan berkuasa
dan berbuat semahunya. Dan tak dapat memperbudakkan rakyat sebagaimana
raja-raja dan penguasa dahulu. Sebab itulah, maka ia tak dapat menguasai
emosinya ketika berkata di hadapan umum: Hai ketahuilah, bahawa tiada
sesuatu yang bersifat seperti yang di katakan Musa itu selainku. Dan engkau,
hai Musa, jika engkau mempertuhankan sesuatu selainku, maka akan
kupenjarakanlah.

Dan penjelasan al-Quran dan dari sejarah bangsa-bangsa masa lalu dan
pengalaman-Pengalam an mereka, jelaslah bahawa raja-raja zaman dahulu (di
zaman sekarang pun ada) di antaranya Fir’aun-fir’aun Mesir, tidak hanya
bercita cita menguasai fisik dan material rakyat mereka, akan tetapi juga
hendak menguasai alam fikirannya. Mereka propagandakan dengan cara apapun
agar diri-diri mereka dianggap turunan dewa-dewa, sempurna, tiada kekurangan
atau kelemahannya, dimana kemudian mereka di persekutukan dengan Allah,
Tuhan seru sekalian alam dalam sektor *Uluhiyah* dan *Rububiyah*. Dalam pada
itu dan untuk maksud tersebut, sengaja diadakannya upacara-upacara khusus
yang harus ditaati, baik oleh rakyat-jelata mahupun pejabat setiap menghadap
sang raja. Jika mereka mati atau diganti, maka berpindahlah kekuasaan rohani
itu ke lain tangan, begitupun kebesaran dan keagungannya yang bersifat
sementara itu.

(3) Pengakuan Fir’aun akan uluhiyah (ketuhanan) dirinya hanya terbatas pada
lingkungan yang dikuasainya. Bukan *Uluhiyah* yang mutlak kekuasannya itu.
laitu kekuasaan atas seluruh alam semesta. Apabila ia berkata:

َأنَا رَبُّ ُ كمُ اْلَأعَْلى

Akulah tuhanmu yang paling tinggi. Q.79:24.

Maka yang dimaksudkan olehnya ialah bahwa ia adalah penguasa atau pemimpin
yang tertinggi di Mesir. Maka sudahlah sayugianya setiap perintah dan
larangannya diendahkan dan ditaati sekali. Tetapi terbatas pada tiga sektor,
iaitu sektor 3, 4 dan 5. Sedangkan sektor-sektor 1 dan 2 dikuasai Allah,
Tuhan seru sekalian alam itu, dimana tiada satupun yang ikut berkuasa. Kini,
apakah benar atau tidak penyataan Fir’aun menurut tutur al-Quran: Wahai
bangsa Mesir, apakah negeri ini bukan milikku di mana sungai-sungai mengalir
di bawah kekuasaanku (irigasi)?:

وَنَادَى فِرْعَوْ ُ ن فِي َقوْمِهِ َقا َ ل يَا َقوْمِ َأَليْسَ لِي مُلْكُ
مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِن

تَحْتِي َأَفَلا تُبْصِرُو َ ن

Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya seraya berkata: Hai Kaumku, bukankah
kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan bukankah sungai-sungai ini mengalir di
bawah kekuasaanku, apakah kamu tidak merenungkannya? Q.43:51.

Namrud Raja Babilon itupun, menganggap dirinya sebagai rabb (tuhan) dengan
alasan serupa, iaitu kekuasaan:

َأَلمْ تَرَ إَِلى الَّذِي حَآجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رِبِّهِ َأ ْ ن آتَاهُ
اللّهُ اْلمُْلكَ

Apakah engkau sudah tahu tentang orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya kerana dianugerahi Allah sebuah *kerajaan*? Q.2:258.

Maka itu, raja Mesir sebelum Musa, telah menobatkan Nabi Yusuf a.s. sebagai
gantinya, tanpa pemilihan umum atau persepakatan dan majlis permusyawaratan.
Sebab, sebagai raja, maka ia berkuasa penuh, serupa diktator.

(4) Adapun faktor utama yang menyebabkan permusuhan yang tajam dari pihak
Fir’aun dari kawan-kawannya terhadap Musa a.s., bukanlah kerana Musa
menyatakan kemutlakan *Rububiyah* dan *Uluhiyah* Allah atas sekalian alam
ini, akan tetapi ialah kerana menganggap Allah itu sebagai satu-satunya
Tuhan yang berkuasa penuh di langit dan di bumi sekali. Maka itu, seluruh
makhluk harus tunduk pada ketentuan-ketentuan Nya dalam seluruh aspek-aspek
kehidupan, politik, sosial, ekonomi dan lain. Iainnya, baik individu,
mahupun perkumpulan.

Atas dasar ini, maka wajiblah Fir’aun menyerahkan kekuasaan negeri Mesir itu
kepada Musa a.s. yang sudah ditunjuk Allah sebagai Rasul (utusan), dimana
kemudian Musa akan menerima arahan arahan dan petunjuk Allah, Tuhan seru
sekalian alam itu. Dan mukjizat-mukjizat yang ditunjukkan oleh Musa dan
doa-doanya yang selalu dikabulkan Allah itu, sebagai langkah langkah pertama
untuk meyakinkan Fir’aun.

Kerana itulah, maka Fir’aun menjadi kalap dan berusaha menyahkan Musa walau
dengan membunuhnya. Sebab, jelas ia akan kehilangan kejayaan dan
kekuasaannya bila Musa dibiarkan bebas berdakwah. Ia mengerahkan segala
kemampuannya, mengerahkan Departmen Penerangannya untuk berkempen di seluruh
pelosok tanahair mengenai kegiatan Musa dan saudara kandungnya (Harun) untuk
mengembalikan kekuasaan Mesir kepada suku Israel seperti masa-masa lalu,
dimana nanti tatacara hidup, adat istiadat dan peraturan-peraturan kita yang
sempurna itu diganti dengan yang baru menurut kehendak mereka. Dan kita
dijajah serta dijadikan budak budaknya Demikian kurang lebih keterangan
al-Quran berikut:

وََلَقدْ َأرْسَْلنَا مُوسَى بِآيَاتِنَا وَسُْل َ طانٍ مُّبِينٍ إَِلى
فِرْعَوْ َ ن وَمََلئِهِ َفاتَّبَعُوْا َأمْرَ فِرْعَوْ َ ن وَمَا

َأمْرُ فِرْعَوْ َ ن بِرَشِيدٍ

Dan telah, Kami (Allah) utus Musa dengan peraturan peraturan Kami dan dengan
mukjizat yang nyata. Kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarny a. Tapi mereka
ikuti perintah Fir’aun padahal perintah Fir’aun tidak benar. Q.11:96-97.

ََلَقدْ َفتَنَّا َقبَْلهُمْ َقوْمَ فِرْعَوْ َ ن وَجَآءَهُمْ رَسُو ٌ ل َ
كرِيمٌ َأ ْ ن َأدُّوا إَِليَّ عِبَادَ اللَّهِ إِنِّي َل ُ كمْ

رَسُو ٌ ل َأمِينٌ وََأنْ لَّا تَعُْلوا عََلى اللَّهِ إِنِّي آتِي ُ كم بِسُْل
َ طانٍ مُّبِينٍ

Sesungguhnya sebelum mereka (Quraisy) telah Kami (Allah) cuba kaum Fir’aun,
dimana datang kepada mereka seorang utusan yang mulia (berwibawa).

Seraya berkata: Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (rakyat/bangsa) , aku
adalah pemimpin yang dapat dipercaya. Dan kamu jangan membangkang terhadap
perintah Allah. Kini kubawakan kepemimpinan yang jelas. Q.44:17-19

نَِّا َأرْسَْلنَآ إَِليْ ُ كمْ رَسُوًلا شَاهِدًا عََليْ ُ كمْ َ كمَآ
َأرْسَْلنَآ إَِلى فِرْعَوْ َ ن رَسُوًلا َفعَصَى فِرْعَوْ ُ ن

الرَّسُو َ ل فَأَخَذْنَاهُ َأخْ ً ذا وَبِيلًا

Bahawasanya Kami (Allah) mengutuskan kepada kamu (Quraisy) seorang Rasul
sebagai pimpinan atas kamu, sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul
kepada Fir’aun. Tetapi Fir’aun menderhakai Rasul itu, maka Kami balasnya
dengan tegas. Q.73.15-16.

َقا َ ل َفمَن رَّبُّ ُ كمَا يَا مُوسَى قَا َ ل رَبُّنَا الَّذِي َأعْ َ طى ُ
كلَّ شَيْءٍ خَلَْقهُ ُثمَّ هَدَى

Fir’aun bertanya kepada Musa dan Harun: Maka siapakah Tuhanmu itu? Maka
jawabnya: Tuhan kami ialah yang memenuhi segala keinginan makhlukNya,
kemudian diberinya naluri. Q.20 :49-50

قَا َ ل فِرْعَوْ ُ ن وَمَا رَبُّ الْعَاَلمِينَ قَا َ ل رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالَْأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إن ُ كنتُم

مُّوقِنِينَ َقا َ ل لِمَنْ حَوَْلهُ َأَلا تَسْتَمِعُو َ ن َقا َ ل رَبُّ ُ
كمْ وَرَبُّ آبَائِ ُ كمُ الَْأوَّلِينَ َقا َ ل إِنَّ رَسُوَلكُمُ

الَّذِي أُرْسِ َ ل إَِليْ ُ كمْ َلمَجْنُو ٌ ن قَا َ ل رَبُّ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِن ُ كنتُمْ تَعْقُِلو َ ن

َقا َ ل َلئِنِ اتَّخَذْتَ إَِلهًا َ غيْرِي َلَأجْعََلنَّكَ مِنَ
الْمَسْجُونِينَ

Fir’aun bertanya: Apa gerangan Tuhan seru sekalian alam itu?

Musa menjawab: Tuhan Pencipta bumi dan langit serta apa yang ada antara
keduanya, jika kamu percaya.

Berkatalah Fir’aun kepada orang orang sekitarnya: Sudahkah kamu dengar?

Musa berkata: Dia, adalah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu.

Firaun berkata: Bahawasanya utusan yang akan dijadikan sebagai pemimpinmu
itu, sungguh gila.

Kata Musa selanjutnya: Dia Tuhan (yang menguasai) Timur dan Barat dan apa
yang ada antara keduanya, jika kamu menggunakan akal.

Lalu Fir’aun mengancam: Jika engkau mempertuhan selain daripadaku, nescaya
ku humbankan ke dalam penjara. Q.26:23-29.

َقا َ ل َأجِْئتَنَا لِتُخْرِجَنَا مِنْ َأرْضِنَا بِسِحْرِكَ يَا مُوسَى

Fir’aun bertanya: Hai Musa, apakah kau hendak mengambil alih kekuasaan
negeri ini dari tangan kami dengan mempergunakan sihirmu itu? Q.20:57.

وََقا َ ل فِرْعَوْ ُ ن َذرُونِي َاْقتُ ْ ل مُوسَى وَْليَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي
َأخَافُ َأن يُبَدِّ َ ل دِينَ ُ كمْ َأوْ َأن يُظْهِرَ

فِي الَْأرْضِ الْفَسَادَ

Dan berkatalah Fir’aun: Biarlah Musa kubunuh saja dan biarlah dia minta
tolong kepada Tuhannya. Sungguh aku khuatir akan diubahnya agamamu
(peraturan-peratura n) atau membuat kekacauan di negara ini. Q.40:26

َقاُلوا إِ ْ ن هَذَانِ َلسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ َأن يُخْرِجَا ُ كم مِّنْ
َأرْضِ ُ كم بِسِحْرِهِمَا وَيَ ْ ذهَبَا

بِطَرِيَقتِكُمُ اْلمُْثَلى

Mereka berkata: Bahwasanya kedua orang ini adalah benar-benar ahli sihir
yang hendak mengambil kekuasaan negerimu ini dengan sihirnya dan mengubah
tata-cara hidupmu (peraturan-peratura n) yang sudah sempurna itu. Q.20:63.

Ayat-ayat tersebut di atas, jika diteliti satu demi satu, akan jelaslah
bahwa kekufuran bangsa-bangsa masa lalu itu, serupalah dengan kekufuran
sebahagian dari bangsa Mesir di waktu Fir’aun. Maka itu dakwah dan
perjuangan para Rasul dan Nabi samalah motifnya dengan perjuangan dan dakwah
Musa dan Harun pada masa dahulu itu.

*Wallahu a’lam *bishawab

Disarikan dari : Empat Kalimah Di Dalam Al-Quran oleh *Al-Maududi*
Selengkapnya...

Perlunya kita memahami ilmu Tasawuf (sarana kembali kepada Allah)

Posted by: "ZonJonggol" zonatjonggol@yahoo.com zonatjonggol
Thu May 20, 2010 9:07 pm (PDT)


Perlunya kita memahami ilmu Tasawuf (sarana kembali kepada Allah)

Sesungguhnya, kita sejak bayi dalam kandungan Ibu, dalam keadaan bersih dan suci, telah bersaksi "sebenar-benarnya" bersaksi bahwa La ilaha illallah , tiada tuhan selain Allah. Kesaksian ketika kita dalam kandunagn Ibu, sebagaimana firman Allah yang artinya

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (QS- Al A'raf 7:172)

Setelah anak manusia terlahir ke dunia, keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak. Ibu dan ayah adalah manusia-manusia dewasa kepada siapa anak belajar kata-kata yang pertama. Khususnya kepada Ibu, anak belajar kasih sayang. Kepada ayah, anak belajar tanggung jawab dan kepemimpinan. Bagaimana sikap ibu dan ayah kepada anak, sikap ayah kepada ibu dan sebaliknya ibu kepada ayah, adalah pola interaksi yang pertama dipelajari anak.


Dengan telinga dan matanya, anak belajar menyerap fakta dan informasi. Semakin banyak yang terekam, itulah yang paling mudah ditirunya. Bagaikan kertas putih bersih, orang tuanya yang akan memberinya coretan dan warna yang pertama. Betapapun sederhananya pola pendidikan dalam sebuah keluarga, tetap-lah sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Keluarga merupakan awal bagi pertumbuhan pola pikir dan perasaan anak.

Untuk itu bagi kita yang telah menjadi orang tua, dalam mendidik anak, sebaiknya selalu berharap atau memohon pertolonganNya karena segala sesuatu atas kehendakNya. Kita hanya menjalankan keinginanNya. Janganlah dengan hawa nafsu kita, memberikan "coretan" pada "kertas putih" anak kita. Kesadaran dan selalu mengingat Allah setiap saat dalam kehidupan kita dunia mutlak kita hadirkan agar segala perbuatan kita sesuai dengan kehendakNya.

Setelah kita mencapai akil balik dengan segenap ilmu yang telah kita pelajari dan pahami, baik dari pengajaran orang tua, guru dan lingkungan beserta karunia Allah akan pemahaman Al-Qur'an dan Hadits, kita "memulai" mengarungi kehidupan dunia. Kemanakah tujuan arungan kehidupan kita ?

Sebagaimana keinginan Allah yang disampaikan dalam firmanNya yang artinya,

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (Az Zariyat : 56)

"Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu" (al Hijr: 99)

Arungan kehidupan kita di dunia sesungguhnya adalah menuju kepada Allah, selalu sadar dan yakin akan keberadaan Allah, selalu mengingat Allah, sepanjang kehidupan kita di dunia sampai kematian menjemput kita.

Sehingga kita bisa bersaksi kepada Allah yang Maha Esa dalam sebenar-benarnya "bersaksi" sebagaimana kita dalam kandungan Ibu dahulu. Sayangnya setelah bayi dan kita tumbuh dewasa, kita tidak dapat mengingat perjalanan ketika berada dalam kandungan rahim ibu. Oleh karena itu Islam mengajarkan agar setiap umatnya kembali menjadi seperti bayi dalam kandungan,agar dirinya dapat kembali menemui Allah.

"Dan sesungguhnya kamu kembali menghadap Kami dengan sendirian seperti kamu Kami ciptakan pada awal mula kejadian. Dan pada aat itu kamu tinggalkan dibelakangmu apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu …." (QS Al An'am 6: 94)

"Mereka dihadapkan kepada Tuhanmu dengan berbaris, Kemudian Allah berfirman: " Sesungguhnya kamu datang kepada Kami sebagaimana Kami telah menciptakan kamu pada awal mula kejadian, bahkan kamu menyangka bahwa Kami tiada menetapkan janji bagi kamu" (QS Al Kahfi 18:48).

Dengan segenap ilmu dan pemahaman yang kita peroleh, kembalilah kepada Allah.

Sekali-lagi saya mengingatkan saya pribadi dan pembaca sekalian. sebaiknya kita tidak bergantung pada ilmu dan pemahaman, semua itu hanyalah sarana, bergantunglah hanya pada Allah. Semakin dalam ilmu dan pemahaman yang kita peroleh maka semakin tertunduk kita kepada Allah dan pada satu titik nanti, InsyaAllah kita akan "lebur" karena kita akan syahid yakni sebenar-benar bersaksi kepada Allah yang Maha Esa.

Sesungguhnya karunia Allah akan pemahaman tentang ma'rifatullah bisa kita lalui jika mendalami ilmu Tasawuf.

Merugilah mereka yang menolak memahami ilmu Tasawuf.

Untuk itulah, Insyaallah, saya hadirkan blog http://mutiarazuhud .wordpress. com untuk mengingatkan diri saya pribadi dan teruntuk saudara-saudara muslimku yang anti tasawuf, teruntuk para pembaca pada umumnya serta juga teruntuk saudara-saudaraku yang terbiasa mengikuti "motivator-motivato r" kehidupan yang cenderung mengikuti atau menginginkan materi semata atau memperturutkan hawa nafsu dan menjurus mencintai dunia. Semoga Allah melindungi kita semua.

Wassalammualaikum Wr. Wb

Zon di Jonggol
Selengkapnya...

Bagaimana Bersikap Terhadap Pejabat Publik?

Posted by: "Hasan Abdurrahim" hasanabdurrahim10@gmail.com
Thu May 20, 2010 6:04 pm (PDT)


http://www.dakwatun a.com

Bagaimana Bersikap Terhadap Pejabat Publik?

Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc
____________ _________ _________ __

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ustadz, alhamdulillah saya aktif dalam kegiatan sosial keislaman. Ada
beberapa hal yang ingin saya tanyakan berkenaan dengan para ustadz
yang menjadi pejabat publik. Sebenarnya, saya dan teman-teman aktivis
lain senang dengan fenomena ini. Tapi, ketika saya berkunjung ke rumah
beliau-beliau, ada semacam keprihatinan. Saya menangkap keprihatinan
beliau-beliau terhadap anggapan para aktivis sekitar.

Pertama, banyak orang beranggapan bahwa para pejabat publik punya
banyak uang, sehingga beliau-beliau menjadi tempat yang paling layak
untuk diajukan proposal kegiatan. Kedua, mereka tampak sungkan membeli
perabot atau kendaraan karena selalu dihubungkan dengan penghasilan
sebagai pejabat publik. Akhirnya, ada kesenjangan antara para aktivis
dengan para ustadznya.

Pertanyaan saya, bagaimana menjembatani perbedaan itu. Apanya yang
salah sehingga fenomena itu bisa terjadi. Atas jawaban Ustadz, saya
ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Muhammad, Tangerang.

Jawaban

Saudara Muhammad di Tangerang dan pengunjung dakwatuna.com di mana pun
Anda berada, assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. Semoga Allah
swt. senantiasa memberikan taufiq, hidayah, ri’ayah, dan ‘inayah-Nya
kepada kita semua; agar kita semua tetap istiqamah dalam meniti jalan
dakwah dan terus bekerja sama di bawah syi’ar wa ta’awanu ‘ala
al-birri wa at-taqwa (saling membantu dalam kebajikan dan ketaqwaan).
Amin.

Ada dua hal yang ingin saya sampaikan terkait dengan “fenomena” yang
Anda sampaikan, yaitu: pertama, bagaimana kita bersikap jika kita
berada pada posisi pejabat publik, baik pada jajaran eksekutif,
legislatif ataupun yudikatif; kedua, bagaimana kita yang bukan pejabat
publik bersikap kepada mereka yang mengemban amanah jabatan publik.

Ada beberapa hal yang harus selalu diingat oleh para pejabat publik
(dan sebenarnya, termasuk yang bukan pejabat publik juga), di
antaranya adalah:

1. Dalam hubungannya dengan Allah swt:

a. Senantiasa menjaga keimanan dan keikhlasan. Sebab Rasulullah saw.
bersabda, “Bahwa segala sesuatu itu bergantung kepada niatnya, dan
bahwa masing-masing orang itu bergantung kepada niat yang dimilikinya,
maka barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
menuju Allah swt. dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrah karena dunia
yang ingin didapatkannya, atau wanita yang ingin dinikahinya, maka
hijrahnya menuju kepada apa yang ia hijrah untuknya.” (Muttafaqun
‘alaih). Terkait dengan ikhlas ini, hendaklah Anda jadikan seluruh
amal, pernyataan, dan sikap Anda dalam rangka meraih ridha Allah swt.
Bukan ridha publik, simpatisan, atau pendukung. Imam Al-Qadhi ‘Iyadh
berkata, “Siapa yang beramal karena manusia, maka ia telah berbuat
riya’; dan siapa meninggalkan amal (tidak jadi beramal) karena
manusia, maka ia telah syirik; dan ikhlas adalah manakala amal kita
terbebas dari keduanya.” Ketahuilah, duhai Saudaraku, bahwa publik,
simpatisan, dan pendukung tidak akan mampu menyelamatkan kita dari
Allah swt.

b. Senantiasa menjaga shidq (kebenaran dan kejujuran). Tidak ada
kontradiksi dan perbedaan antara yang lahir dengan yang batin, yang
tampak dan yang tersembunyi. Baik shidq dalam niat, tekad, kehendak,
berbicara atau membuat pernyataan, berbuat atau berperilaku, bersikap
dan tampil; baik shidq menurut ukuran realita (fakta), undang-undang,
dan yang paling utama adalah shidq menurut pandangan syari’at Allah
swt. Hendaklah kita ingat kisah Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu
yang Allah swt. terima taubatnya setelah ditangguhkan selama 50 hari
50 malam. Hal ini karena ia tetap konsisten dengan shidq. Ia berkata:
“Dan tidak menyelamatkan diriku kecuali shidq.”

c. Asy-Syu’ur bi muraqabatillah (merasakan pengawasan Allah swt.).
Dengan demikian, segala ucapan atau pernyataan, perbuatan atau
perilaku, sikap atau penampilan, telah kita perhitungkan dan kita
yakini bahwa pengawasan Allah swt tidak pernah luput dari kita.

d. Al-Isti’dad li al-hisab al-ukhrawi (menyiapk an diri untuk
menghadapi hisab (audit) di akhirat di hadapan mahkamah Allah swt.
Hendaklah kita mengingat kisah Abu Bakar Ash-Shidq radhiyalla hu ‘anhu
yang semenjak di dunia telah menyiapkan jawabannya (LPJ-nya) saat
ditanya Allah swt. di akhirat nanti. Alkisah bahwa sebelum meninggal
dunia Abu Bakar berwasiat agar pengganti dia sebagai khalifah adalah
Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Saat itu para sahabat nabi
yang lain bertanya, “Apa jawaban (LPJ) Anda kalau ditanya Allah swt.?”
Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Akan saya jawab, aku
pilihkan untuk umat Islam yang terbaik di antara mereka.”

2. Dalam hubungannya dengan publik (masyarakat, rakyat, dan khususnya
para pendukung dan simpatisannya) :

a. Ash-Shabru ‘ala adzâhum wa ghilzhatuhum (bersabar atas rasa sakit
yang ditimpakan oleh publik dan atas sikap kasar mereka). Kita bisa
mengingat kisah Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang oleh
sebagian rakyatnya akan diluruskan dengan pedang, jika ia menyimpang.

b. Asy-Syafafiyyah (transparansi) dan siap memberikan klarifikasi,
khususnya jika diminta. Sikap ini telah dicontohkan oleh Rasulullah
saw. dan para khulafa’ al-rasyidun. Setelah selesai Perang Hunain,
sebuah peperangan yang sangat banyak ghanimahnya, Rasulullah saw.
membagi habis semua ghanimah itu kepada kaum muslimin baru dan bahkan
kepada orang-orang yang belum masuk Islam. Sedangkan orang-orang
Muhajirin dan Anshar tidak mendapatkan bagian sama sekali. Saat itu
banyak suara-suara miring menanggapi masalah ini. Melihat hal ini,
Rasulullah saw. memberikan klarifikasinya kepada orang-orang Anshar,
sampai mereka puas atas klarifikasi yang diberikan Rasulullah saw.,
walaupun tetap tidak memberikan harta rampasan kepada mereka.

Khalifah Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu juga dengan lapang
dada memberikan klarifikasi tentang baju yang dipakainya saat ada
orang yang mempertanyakan hal itu. Khalifah Utsman bin ‘Affan
radhiyallahu ‘anhubahkan membuka forum dialog publik untuk
mengklarifikasi semua tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya, sampai
semua hadirin merasa puas atas jawaban Utsman bin ‘Affan radhiyallahu
‘anhu. Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahkan mengutus
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma untuk berdiskusi dengan
pasukan Khawarij tentang beberapa sikap politiknya, sehingga banyak di
antara orang-orang Khawarij itu yang kembali kepada Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu.

Bagaimana kita sebagai publik, khususnya pendukung dan simpatisan para
pejabat publik, bersikap?

Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik pendukun g adalah orang yang
jika pemimpinnya ingat, maka mereka menolong, dan jika pemimpinnya
lupa, maka mereka mengingatkan.”

Secara simple namun padat makna. Hal itu juga telah dijelaskan oleh
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyal lahu ‘anhudalam pidatonya pasca
pembai’atan dirinya sebagai khalifah. Ia berkata, “Bantu dan tolonglah
saya jika saya berbuat baik, dan luruskan saya jika saya berbuat
buruk…. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah swt. dan
Rasul-Nya. Jika saya maksiat kepada-Nya, maka tidak ada kewajiban taat
atas kalian.”

Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda, “Agama adalah nasehat…
kepada Allah swt., kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, kepada para
pemimpin (baik pejabat publik maupun para ulama), dan juga kepada
semua kaum muslimin.”

Hal ini menegaskan bahwa sebagai publik, pendukung, dan simpatisan,
kita tetap berkewajiban untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar
termasuk kepada para pemimpin. Dengan demikian, terwujudlah makna dari
firman Allah swt., “Demi masa. Sesungguhnya semua manusia berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan
yang saling berwasiat dengan kebenaran dan yang saling berwasiat
dengan kesabaran” (Q.S. Al-’Ashr).

Saudara Muhammad dan pengunjung dakwatuna.com di mana pun Anda berada,
dari jawaban saya ini mungkin Anda bisa menilai bahwa saya lebih
cenderung untuk tidak mencari mana yang salah atau apa yang salah,
namun apa yang mesti kita lakukan dan bagaimana seharusnya kita
berbuat. Dan jika hal ini sudah kita lakukan, insya Allah, suasana
saling curiga mencurigai, ewoh pakewoh (serba salah dan serba nggak
enak), akan bisa dihindari. Sehingga suasana wa ta’awanu ‘ala al-birri
wa al-taqwa bisa ditegakkan demi sukses dakwah Islamiyah. Amin.

http://www.dakwatun a.com/2008/ bagaimana- bersikap- terhadap- pejabat-publik/
Selengkapnya...

Hukum Zakat Harta Haram

Posted by: "QultumMedia" bacaansoleh@yahoo.co.id bacaansoleh
Thu May 20, 2010 6:04 pm (PDT)


Bagaimanakah hukumnya jika kita memperoleh penghasilan dari pekerjaan haram? Apakah wajib dibayar juga zakatnya? Apakah jika dibayarkan zakatnya, hartanya tersebut menjadi bersih? Islam selalu memerintahkan bahwa sumber harta, proses memperolehnya, dan pertumbuhannya harus halal dan baik. Allah SWT berfirman,

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 168)

Selain itu, Allah SWT telah melarang semua bentuk dan jenis pendapatan dan harta yang haram dan buruk, baik sumber maupun proses perolehannya. Sebab, semuanya itu merupakan tindakan aniaya terhadap orang lain. Allah SWT berfirman,
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil….” (QS Al-Baqarah [2]: 188)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu....” (QS An-Nisaa’ [4]: 29)


Dan, masih banyak lagi ayat lainnya yang melarang jenis harta haram dan perolehannya dengan jalan yang diharamkan. Pada zaman sekarang, terdapat banyak macam harta yang diperoleh dengan cara yang bathil (haram) dan tidak sesuai dengan syariat, misalnya, harta riba, suap, ghasab, penipuan, jual beli jabatan, uang palsu, judi, pencopetan, pencurian, korupsi, dan perampokan, dan hasil dari jual beli barang yang diharamkan, seperti babi, narkoba, dan minuman keras. Semua jenis harta di atas, tidak wajib dizakati atau tidak tunduk kepada zakat, berdasarkan firman Allah SWT,

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Baqarah [2]: 267)

Dan, hadits Rasulullah saw,
“Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak akan menerima (sesuatu) kecuali yang baik.” (HR Muslim)

Adapun sisi keharaman dan problematikanya dengan zakat secara terperinci dijelaskan sebagai berikut.

1. Harta haram adalah semua harta yang secara hukum syariat dilarang dimiliki atau dimanfaatkan, baik haram karena bendanya mengandung mudarat, najis atau kotoran, seperti bangkai dan minuman keras; atau haram karena faktor luar, seperti adanya kesalahan dalam cara memperolehnya, seperti mengambil sesuatu dari pemiliknya tanpa izin (merampok; mencuri; ghasab; mencopet; korupsi) atau mengambil dari pemilik dengan cara yang tidak dibenarkan hukum, meskipun dengan kerelaan pemiliknya, seperti transaksi riba dan sogok atau suap.

2. Pemegang harta haram yang perolehannya dengan cara yang tidak dibenarkan syariat, tidak dianggap pemilik barang tersebut selama-lamanya. Dia diwajibkan mengembalikannya kepada pemilik aslinya atau kepada ahli warisnya jika diketahui. Jika tidak diketahui lagi, dia diwajibkan membelanjakan harta tersebut kepada kepentingan sosial dengan meniatkan bahwa dermanya tersebut adalah atas nama pemilik aslinya.

Adapun jika ia mendapatkan harta haram itu sebagai upah dari pekerjaan yang diharamkan maka ia harus mendermakannya untuk kepentingan sosial dan tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberinya. Harta haram tidak dikembalikan kepada pemilik semula, selama dia masih tetap melakukan transaksi yang tidak legal tersebut, seperti harta yang diperoleh dari transaksi riba. Akan tetapi, diharuskan mendermakannya kepada kepentingan sosial.

Apabila terdapat kesulitan dalam mengembalikan harta tersebut, pemegangnya diwajibkan mengembalikan nilainya kepada pemiliknya semula jika diketahui, bila tidak, maka nilai tersebut didermakan kepada kepentingan sosial dengan meniatkan derma tersebut atas nama pemilik semula.

3. Harta yang haram karena zatnya sendiri (haram lidzatihi), seperti babi, khamar, narkoba, anjing, darah, dan bangkai tidak wajib dibayar zakatnya, karena menurut hukum syari’at tidak dianggap harta yang berharga.

4. Pemegang harta yang haram karena adanya cara memperolehnya dengan cara yang tidak dibenarkan agama, maka ia tidak wajib membayar zakatnya, karena tidak memenuhi kriteria “dimiliki dengan sempurna” yang merupakan syarat wajib zakat. Apabila sudah kembali kepada pemiliknya semula, yang bersangkutan wajib membayar zakatnya untuk satu tahun yang telah lalu, walaupun hilangnya sudah berlalu beberapa tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat yang lebih kuat (rajih).

5. Pemegang harta haram yang tidak mengembalikannya kepada pemilik aslinya, kemudian membayarkan sejumlah zakat dari harta tersebut, masih tetap berdosa menyimpan dan menggunakan sisa harta tersebut dan tetap diwajibkan mengembalikan keseluruhannya kepada pemiliknya selama diketahui, bila tidak, maka dia diwajibkan mendermakan sisanya. Adapun harta yang dibayarkan itu tidak dinamakan zakat.

* Artikel ini dikutip dari buku “Panduan Pintar Zakat” terbitan QultumMedia. Buku yang ditulis oleh H. Hikmat Kurnia dan A. Hidayat, Lc. ini membahas segala aspek zakat dan metode penghitungannya dalam seluruh model usaha dan pendapatan. Selain itu, dilengkapi pula dengan CD program penghitung zakat sehingga lebih mudah mengalkulasi zakat.
Selengkapnya...

Musuh Musuh Manusia

Posted by: "Mujiarto Karuk" mkaruk@yahoo.com mkaruk
Fri May 21, 2010 1:41 am (PDT)
[Attachment(s) from Mujiarto Karuk included below]



Assalamualaikum
Warohmatullohi Wabarokatuh

Bissmillahirrohmaan irrohiim

Barang
siapa yang menjadi musuh Allah,
malaikat-malaikat- Nya, rasul-rasul- Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya
Allah adalah musuh orang-orang
kafir. [QS.
Al-Baqarah (2) : 98]

Kita
memahami, bahwa Allah Azza wa Jalla menciptakan fitrah atas diri manusia, yaitu
bisa mengetahui dan mengenal kebenaran, serta menjauhi dan menghindari
kebathilan. Akan tetapi, meskipun fithrah manusia itu sudah disiapkan dan memiliki
kemampuan untuk mengetahui yang haq dan yang bathil, namun bukan berarti untuk
mengamalkan al haq ataupun menghindari yang bathil itu mudah.

Ada
rintangan dan hambatan yang menjadi ujian. Ada musuh yang selalu menghalangi
dari jalan al haq. Dan sebaliknya ada musuh yang selalu berusaha membimbing ke
arah yang bathil.

Musuh-musuh
ini memberikan gambaran tentang kebenaran dan kebathilan. Al haq, yang
semestinya indah, menjanjikan kebaikan dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan
akhirat, digambarkan oleh musuh manusia
sebagai sesuatu yang menakutkan dan menyusahkan.

Sebaliknya
yang bathil, yang mestinya menjijikkan dan berujung pada penderitaan, digambarkan oleh musuh manusia sebagai
keindahan nan menyenangkan. Akhirnya banyak orang yang terpedaya, meninggalkan
jalan yang benar dan mengikuti jalan yang bathil, Iyadzan Billah.

Karenanya,
wahai saudara-saudaraku, Rahimanillahu
Wa Iyyakum Ajma’in, kita perlu mengetahui musuh-musuh itu, agar dapat
bersikap. Musuh tetaplah musuh, bukan sebagai teman, apalagi sebagai
pembimbing. Siapakah musuh-musuh yang selalu berusaha mengajak manusia kepada
perbuatan batil dan keliru?
Nas dan al Falaq), Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan cara-cara dan tahapan setan dalam menghembuskan kejahatan dan
tipuan kepada manusia.

Tahapan Pertama : Setan mengajak manusia melakukan perbuatan kufur
dan syirik, menentang Allah dan RasulNya. Inilah yang paling diinginkan oleh
setan. Dengan cara ini, setan telah berhasil menyesatkan banyak orang. Dengan
cara ini, manusia dijadikan sebagai tentara dan para abdinya. Jika setan putus
asa dan tidak mampu menyeret manusia ke dalam perbuatan kufur, maka setan akan
menggodanya dengan tahapan berikutnya.

Tahapan Kedua : Setan mengajak manusia untuk mengamalkan perbuatan
bid’ah dalam agama, baik bid’ah dalam masalah aqidah maupun amal perbuatan.

Bid’ah
merupakan perbuatan dosa, yang pelakunya sulit diharapkan bertaubat. Setan memberi
gambaran yang indah dalam benak manusia, bahwa apa yang dilakukan itu merupakan
kebenaran, dan ahli bid’ah mempercayai bisikan setan ini. Karena anggapan yang
baik atas perbuatan bid’ah, membuat pelakunya susah melepaskan diri dan
bertaubat dari perbuatan yang dianggap baik ini, padahal sebenarnya
menyesatkan.

Ketika
berhasil menyeret seseorang ke dalam tahapan ini, maka setan akan merasa lega.
Karena perbuatan bid’ah merupakan gerbang menuju kekufuran. Dan para pembuat
bid’ah menjadi salah satu corong di antara propaganda iblis. Jika setan tidak
mampu menyeretnya ke dalam perbuatan bid’ah, maka dia akan menjebak dan
menggiring manusia kepada

Tahapan Ketiga : Yaitu perbuatan dosa besar dengan berbagai macam
variasinya.

Dosa-dosa
besar ini juga merupakan gerbang menuju kekufuran. Setan berhasil menjerumuskan
banyak orang dalam dosa besar. Manusia tenggelam dalam perbuatan maksiat,
sehingga hatinya menjadi membatu, terhalang dari kebenaran. Kemudian setan
menyebarkan berita tentang mereka ini di tengah masyarakat. Setan memanfaatkan
tentara dan para abdinya untuk menyebarkan perbuatan dosa ini, terutama jika
perbuatan dosa ini dilakukan oleh penguasa atau orang yang diidolakan.
Tujuannya, supaya perbuatan-perbuatan mereka dijadikan argumen.

Sebagai
misal, yaitu makan riba, mendengarkan musik, menikmati alat-alat musik dan
permainan, menyetujui perbuatan bersolek, membuka Jilbab dan ikhtilath (campur
baur) laki-laki dan perempuan, loyal dan suka kepada orang-orang kafir,
homoseks, meminum khamr, dan lain sebagainya.

Dalam
tahapan ini, setan berhasil menyesatkan banyak orang. Banyak manusia berkubang
dalam kemungkaran- kemungkaran. Setan menghiasi amal-amal para idola ini,
sehingga mereka menjadi pioner yang mengajak ke perbuatan maksiat secara nyata,
atau mungkin dengan ucapan.

Sedangkan
orang yang tidak mampu digoda setan dan dijaga oleh Allah dari perbuatan
dosa-dosa besar, maka setan berusaha menyeretnya pada,

Tahap Keempat : Yaitu melakukan dosa-dosa kecil, sebagai gerbang
memasuki dosa-dosa besar. Dosa-dosa kecil ini terkadang dianggap remeh oleh
manusia dan tidak peduli dengan pelakunya. Padahal, dosa-dosa kecil itu
menyeret untuk melakukan dosa berikutnya.

Diceritakan
dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda :

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ
الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ

“Jauhilah
dosa-dosa kecil, karena jika dosa-dosa itu berkumpul pada diri seseorangو
akhirnya akan membuatnya binasa (celaka)”

Maka,
tidak diragukan lagi, meremehkan perbuatan dosa kecil, bisa merubah dosa kecil
menjadi besar. Sebagaimana perkataan ulama Salaf, tidak ada dosa kecil jika
dilakukan terus-menerus, dan tidak dosa besar bila diiringi dengan istighfar.

Sebagian
yang lain mengatakan, janganlah kalian memandang kecil sebuah dosa, akan tetapi
pandanglah keagungan Dzat yang kalian durhakai.

Jika
setan merasa lemah dan tidak mampu menjerumuskan manusia ke dalam
perbuatan-pebuatan dosa ini, maka setan menggoda manusia dengan,

Tahapan kelima. Yaitu menyibukkan manusia dengan perkara-perkara
mubah yang tidak mendatangkan pahala, dan juga tidak mengakibatkan dosa.
Menyibukkan perkara-perkara mubah, berarti menyia-nyiakan waktu dan usia, tidak
memanfaatkankanya dengan kebaikan dan perbuatan shalih.

Betapa
banyak manusia tertipu dengan perkara-perkara mubah, berlebih-lebihan dalam
makanan, minum, rumah, pakaian. Demi keperluan ini, manusia telah
menyia-nyiakan sejumlah harta, usia dan waktu, lalai dengan kebaikan, tidak
berlomba-lomba dalam kebaikan. Sehingga, perbuatan mubah ini bisa menjadi
penyebab seseorang lupa kepada akhirat, dan lupa melakukan persiapan untuk
menyongsongnya.

Sedangkan
manusia yang tidak bisa dijerumuskan dengan tahapan ini, maka setan akan
mengganggunya dengan,

Tahapan Keenam, yaitu mengalihkan perhatian manusia dari
amalan-amalan yang lebih baik kepada amalan yang di bawahnya. Sebagai misal,
seseorang akan menggunakan harta untuk hal-hal yang bernilai baik tetapi
kurang. Disibukan dengan amalan-amalan marjuh (bernilai baik tetapi kurang),
sehingga (salah satu wujudnya) mempelajari ilmu-ilmu yang tidak memiliki
urgensitas dan kehilangan ilmu yang bermanfaat.

Atau
seseorang itu lebih memilih melakukan usaha-usaha yang masih memiliki syubhat
daripada usaha yang jelas-jelas halal. Lebih mengutamakan ibadah-ibadah
qashirah (yaitu manfaat ibadahnya hanya sebatas untuk si pelaku saja, seperti
shalat sunnah) daripada ibadah muta’addiyah (ibadah yang manfaatnya juga akan
dirasakan oleh orang lain) seperti jihad, mengajarkan ilmu, memerintahkan
kepada yang ma’ruf, mencegah dari kemungkaran. Akibatnya, dia akan kehilangan
kebaikan yang banyak.

Inilah
tipu daya musuh manusia yang bernama setan. Saat setan merasa lemah dan tidak
mampu menjerat sebagian manusia dalam perangkap-perangkap ini, maka setan
memberikan kuasa kepada wali-walinya dan para abdinya dari kalangan jin dan manusia, serta orang yang
tertipu dengan bisikannya. Lalu mereka menghina orang-orang baik ini dengan
tujuan menyakiti wali dan para kekasih Allah Azza wa Jalla. Mereka menyiksanya
dengan siksa yang buruk, seperti pembunuhan, pengusiran, penahanan, penyiksaan,
penghinaan, pelecehan terhadap amalan-amalan orang-orang baik ini, sebagaimana
kejadian yang dialami oleh para nabi Allah dan pengikutnya pada setiap waktu
dan di semua tempat.

Semoga
Allah melindungi kita dari semua makar dan tipu daya setan dan sekutunya.

2. Musuh manusia
yang kedua, adalah nafsu yang senantiasa mengajak kepada keburukan.

Hawa
nafsu ini cendrung kepada kebathilan, menghalangi manusia agar tidak menerima
kebenaran dan tidak mengamalkannya. Jika jiwa ini muthmainnah (tenang dalam
kebenaran), lebih mengutamakan yang hak, maka dia akan membimbing manusia ke
arah yang benar dan berjalan di atas jalan keselamatan.

3. Musuh manusia yang ketiga,

Adalah
menjadikan hawa nafsu ini sebagai ilah, yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai
sesembahan selain Allah. Disebutkan dalam firman Allah :

“Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya
(sesembahannya) . Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” [QS. Al Furqon (25) : 43].

Seseorang
yang selalu memperturutkan segala keinginannya, ia tidak akan peduli dengan
akibat buruknya. Dalam sebuah atsar diriwayatkan, di bawah kolong langit ini,
tidak ada yang lebih jelek dibandingkan hawa nafsu yang diperturutkan.

4. Musuh manusia
yang keempat

Adalah
gemerlap dunia, kenikmatan dan hiasannya. Keindahan dunia dan berbagai
kenikmatan semunya, telah menipu banyak orang, membuat manusia lupa kepada
tujuan hidupnya yang hakiki. Padahal kehidupan akhirat dan segala isinya jauh
lebih baik dibandingkan dengan kehidupan dunia yang fana. Allah Azza wa Jalla
berfirman:



“Dan
apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi
dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah, adalah lebih baik dan lebih
kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” [QS. Al Qashash (28) : 60]

Allah
Azza wa Jalla juga berfirman :

“Tetapi
kamu (orang-orang) kafir lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan
akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. [QS. Al-A’la : 16-17].

Demikian
beberapa musuh yang sering menghalangi manusia dari berbuat amal shalih. Semoga
Allah melindungi kita dari semua makar dan tipu daya IBLIS DAN PARA SEKUTUNYA yang menyesatkan.

Jika
musuh-musuh bisa menguasai diri seorang manusia, maka dampak yang terlihat
adalah tidak semangat dalam melakukan ketaatan. Dan sebaliknya, ia justru
semangat dan tidak takut melakukan perbuatan maksiat.

Meski
begitu, Allah Azza wa Jalla yang Maha Rahim tidak membiarkan para hamba Nya
untuk menghadapi musuhnya seorang diri. Allah Azza wa Jalla berjanji akan
menolong manusia dalam menghadapi musuh-musuhnya ini. Allah memerintahkan
kepada kita agar memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang
terkutuk, serta memerintahkan manusia agar memohon pertolongan kepada Allah dalam
melakukan amalan yang susah ataupun berat baginya.

Allah
Azza wa Jalla juga memerintahkan kepada para hambaNya agar ikhlas dalam
melakukan ketaatan. Dengan demikian, dia akan termasuk hamba-hamba pilihan.
Hamba-hamba yang ikhlas akan dibentengi Allah Azza wa Jalla dari kekuasaan
musuh. Allah Azza wa Jalla berfirman :

Dia
(iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau
muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika
Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan
aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil". Tuhan berfirman :
"Pergilah, barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka
sesungguhnya neraka Jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan
yang cukup. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan
ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang
berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri
janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka
melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya hamba-hamba- Ku, Kamu tidak dapat berkuasa
atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga". [Al Israa` (17) : 65].

Semoga Allah
senantiasa menolong kita seluruh kaum muslimin dimanapun berada dalam
menghadapi godaan musuh-musuh, yang senantiasa menghalangi manusia dari jalan
ketaatan. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang ikhlas,
dan senantiasa mengikuti petunjuk Raslullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.





Sumber
http://www.alaminko rea.com/index/ ?p=259

--- On Thu, 5/20/10, Mujiarto Karuk wrote:

From: Mujiarto Karuk
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Keutamaan Islam Dan Keindahannya (Adalah semua ajaran2 ALLAH di kitab2Nya )
To: wanita-muslimah@ yahoogroups. com
Date: Thursday, May 20, 2010, 7:59 PM

Selengkapnya...

Rabu, 12 Mei 2010

Antara Cinta dan Bencana

(Ngaji of the Day) Antara Cinta dan Bencana
Posted by: "Ananto" pratikno.ananto@gmail.com
Sun May 9, 2010 7:24 pm (PDT)


*Antara Cinta dan Bencana*

* *

Pengajian Syeikh Abdul Qadir al-Jilany, hari Selasa sore 8 Sya’ban tahun 545
H di Madrasahnya. Rasulullah saw, bersabda: “Siapa yang tampil elok di
hadapan manusia karena agar dapat dukungan kesenangan mereka, dan melawan
Allah melalui pelanggaran yang dibenci-Nya, maka ia bertemu Allah Azza
wa-Jalla dalam kondisi Allah murka padanya.”

Wahai dengarkan kalam Kenabian ini, hai orang-orang munafiq! Hai orang yang
menjual akhirat dengan dunianya. Wahai yang menjual Allah Azza wa-Jalla
dengan kepentingan makhluk! Wahai penjual hal-hal yang abadi dengan hal-hal
yang fana’, pasti bangkrutlah daganganmu dan habislah modalmu.

Celaka kalian ini. Kalian menampilkan diri untuk suatu murka Allah Azza
wa-Jalla, karena siapa pun yang berias untuk manusia yang bukan tempatnya,
Allah Azza wa-Jalla bakal memurkainya. Riasilah fisik anda dengan adab
syari’ah, dan riasilah batin anda dengan mengeluarkan makhluk dari dalam
batin anda. Tutuplah pintu-pintu mereka, kefanaan mereka dari hatimu sampai
seakan-akan mereka tidak pernah diciptakan sama sekali, hingga anda tak
pernah memandang adanya ancaman dan manfaat dari mereka. Anda telah
menghiasi lahiriah anda, dan meninggalkan hiasan hati anda.

Padahal hiasan hati itu dengan tauhid, ikhlas, berpegang teguh percaya pada
Allah Azza wa-Jalla, berdzikir kepadaNya dan melupakan selainNya.

Nabi Isa as, bersabda, “Amal saleh itu adalah amal yang tidak membebaninya.”

Wahai orang gila, akalmu tidak nyambung dengan urusan akhirat dan dunia,
karena itu tidak ada gunanya bagimu. Berjuanglah untuk meraih iman, maka
anda pasti mendapatkannya. Bertobatlah, dan evaluasilah kesalahanmu,
menyesallah dan, dan alirkan airmatamu yang membelah pipimu. Karena menangis
oleh rasa takut kepada Allah swt itu bisa meredupkan neraka maksiat,
mematikan api amarah Allah Azza wa-Jalla. Bila hatimu taubat, maka cahaya
taubat yang benar akan mencerahi wajahmu.


Anak-anak sekalian… Tekunlah dalam menjaga rahasia batinmu semaksimal
mungkin, kecuali anda tidak mampu, maka anda termaafkan. Cinta itu bisa
merobohkan dinding dan tirai, tirai rasa malu, keadaan, dan pandangan
makhluk. Orang yang tak berdaya ia diperintahkan untuk mengeluarkannya, dan
orang yang mukallaf (mendapatkan tugas kewajiban) tetapi ia terkalahkan
oleh ketakberdayaannya, berarti ia telah menggunakan celak mata dengan debu
di kakinya. Sebab ada hal-hal yang mesti dipilah, mana yang sifatnya nafsu,
mana yang sifatnya qalbu, dan mana yang kepentingan makhluk, dan mana yang
sifatnya Rabbani.

Berjuanglah agar dirimu bukan dirimu, tetapi agar segalanya Dia. Berjuanglah
agar anda tidak bergerak dalam menolak bencana dari dirimu dan tidak
menarik manfaat kepadamu. Sebab jika anda mampu demikian, malah Allah Azza
wa-Jallan menempatkan makhluk yang membantumu dan menyelamatkan dirimu dari
bahaya itu. Jadilah dirimu di hadapan Allah Azza wa-Jalla seperti mayat
yang ada di tangan orang yang memandikannya, seperti ahli gua Kahfi di
tangan Jibril as.

Jadilah dirimu bersama Allah Azza wa-Jalla tanpa wujud dan tanpa ikhtiar
serta ta secara total tanpa mengaturNya. Kokohkan pijakan imanmu dan jiwamu
di hadapanNya, ketika takdirNya yang berat turun kepadamu.

Sebab, iman itu bisa diukur dengan kekokohannya menghadapi takdirNya,
sedangkan kemunafikan selalu lari dari ketentuan takdirNya. Orang munafiq
ketika malam tiba dan siang berlalu senantiasa lari menuju rumahnya mencari
jalan aman, menggemukkan kenikmatan hawa nafsunya dan nalurinya, sementara
kedua mata hatinya dan rahasia batinnya buta.

Pintu rumahnya kelihatan ramai, sedangkan isi rumahnya sudah roboh. Dzikir
hanya sebatas lisan, hatinya kosong. Marahnya hanya untuk dirinya bukan demi
Tuhannya Azza wa-Jalla. Sedangkan orang beriman kebalikannya. Dzikirnya
hanya bagi Allah Aza wa-Jalla, baik lisan maupun hatinya, bahkan dalam
banyak waktu qalbunya berdzikir, lisannya diam. Marahnya, benar-benar matrah
karena Allah Azza wa-Jalla, bukan demi kepentingan nafsunya, hawa nafsu dan
nalurinya, serta bukan demi dunia. Ia tidak dengki dan tidak kontra karena
iri kepada yang meraih materi bagiannya.

Anak-anak sekalian… Jangan sampai anda dengki kepada hal-hal yang bukan
bagianmu, karena Allahlah yang memberi dan mengambil, sedangkan anda malah
hancur, hina dan terhinakan. Apakah bagian dari Allah itu bisa berkurang
katrena iri dengkimu? Padahal ilmunya Allah pada takdir orang itu sudah
lebih dahulu ada? Jika engkau menentang Tuhanmu Azza wa-Jalla atas takdirNya
yang sudah ditentukan padamu dan orang lain, anda telah gugur di hadapanNya
dan ilmu anda tidak berguna, sebagaimana firmanNya: “Dan bekerja lagi
kepayahan…” (QS. Al-Ghosiyah: 3)

Taubatlah sekarang kepada Allah Azza wa-Jalla. Orang yang yang terlindungi,
pasti hatinya cerdas. Janganlah berhenti kembali kepada Allah gara-gara
turunnya bencana kepadamu. Tunggulah jalan keluar yang diberikan kepadamu
dariNya. Jangan sampai anda putus asa, karena setiap saat ada jalan keluar.
“Setiap hari Dia dalam urusanNya” (QS. Ar-Rahmaan: 29), dari satu bangsa ke
bangsa lain, maka sabarlah bersamaNya dan relalah dengan takdirNya.

“Engkau tidak tahu, barangkali setelah itu Allah memberikan anugerah baru.”
(QS. At-Thalaaq: 1)
Jika engkau sabar Allah Azza wa-Jalla meringankan ujian darimu, dan
memberikan anugerah perkara baru yang dicintaiNya dan engkau mencintainya.
Namun jika anda menentang dan kontra, akan bertambah berat beban
deritamu, bertambah gara-gara kontramu kepadaNya, sebab gara-gara kontramu
itulah anda malah berteguh dengan dirimu dan hawa nafsumu, serta motivasi
duniawimu dan ambisi-ambisimu.

Wahai kaum Sufi… Jika saja memang harus begitu, bolehlah nafsumu di pintu
dunia, sedangkan hatimu harus tetap di pintu akhirat, sedangkan rahasia
hatimu (sirr) ada di pintu Tuhan, sampai nafsumu berbalik pada hatimu, dan
merasakannya, sedangkan hatimu berbalik pada sirrmu, hingga merasakan nya
pula, serta sirrmu berbalik menjadi fana’ di dalamnya yang tidak merasakan
apa-apa, kemudian ia dihidupkan hanya bagiNya bukan selainNya. Maka saat
itulah rasanya satu dirham beribu kali lipat menjadi emas, karena kembali
dalam keabadian primordial yang hakiki.

Sungguh berbahagialah orang yang mengenal apa yang saya katakana ini dan
percaya. Berbahagialah orang yang mengamalkannya dan ikhlas dalam beramal.
Dan berbahagialah orang yang meraih amalnya itu lalu mendekatkannya kepada
Allah Ta’ala.

*KH. Muhammad Luqman Hakim*

--
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."
Selengkapnya...

Kisah Habil dan Qabil

Posted by: "Hasan Abdurrahim" hasanabdurrahim10@gmail.com
Sun May 9, 2010 8:21 pm (PDT)


http://www.dakwatun a.com

Kisah Habil dan Qabil

Oleh: Ulis Tofa, Lc
____________ _________ _________ __

dakwatuna.com – Tata Kehidupan manusia di muka bumi mulai terwujud
ketika Hawa hamil dan siap menyambut kelahiran anak-anaknya.

Rasulullah saw. bersabda, “Ketika Allah menurunkan Adam a.s. dari
surga bersama Hawa, –ketika di surga keduanya tidak melakukan hubungan
suami istri, masing-masing tidur sendiri– sehingga ketika di bumi
Malaikat Jibril mendatangi Adam a.s. dan menyuruhnya untuk menggauli
istrinya serta mengajarkan bagaimana caranya. Ketika Adam a.s. telah
menggauli istrinya, Jibril kembali mendatangi Adam a.s. dan bertanya,
“Bagaimana kamu dapati istri kamu?” Adam menjawab, “Shalihah insya
Allah…”

Awal bunga mekar di taman kehidupan manusia. Adam alaihis salam dan
Hawa merasakan kebahagiaan dan ketentraman bersama mereka. Adam
alaihis salam dan Hawa begitu mencintai dan menyayangi mereka.
Keduanya berharap agar keturunannya akan memenuhi penjuru bumi,
berjalan di atasnya dan memakan dari rizki yang telah Allah swt
sediakan.

Adam alaihis salam dan Hawa sangat menanti kelahiran anak-anaknya.
Meskipun situasi dan kondisi yang mereka hadapi sangatlah berat.
Terutama bagi seorang calon ibu. Namun bagi Hawa justru menguatkan
rasa cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hawa menjadi seorang ibu yang
qurrata a’yun lagi penuh kehangatan.

Hawa melahirkan dua kali anak kembar. Yaitu Qabil dan saudarinya serta
Habil dan saudarinya. Mereka tumbuh dalam asuhan kedua orang tuanya.
Kedua putranya merasakan nikmatnya kehidupan dan masa muda yang kuat.
Sedangkan kedua putrinya tumbuh dengan kecenderungan kewanitaannya.
Kedua putranya mulai bekerja mencari penghidupan. Qabil sebagai petani
dan Habil sebagai penggembala.


Syari’at Menikah

Dua bersaudara mendapatkan kemudahan hidup dan ma’isyah. Keluarga ini
pun diliputi rasa aman dan berkecukupan. Seiiring berjalannya waktu
dan usia, keduanya memiliki dorongan kelaki-lakian yang kuat, yaitu
dorongan memiliki pasangan hidup untuk mendapatkan sakinah dan
ketenteraman jiwa dengan pasangannya. Hasrat jiwa keduanya begitu
menggebu. Mencari jalan keluar yang mungkin diraih.

Nampaklah di sini kehendak Allah swt yang menjadi rahasia semenjak
azali bahwa bani Adam diuji dengan kemudahan-kemudahan , berupa harta
yang melimpah, anak yang banyak, bumi subur menghijau dengan
memberikan hasil-hasilnya. Sebagaimana juga takdir Allah swt berlaku,
yaitu manusia bukan hanya umat yang satu, bahkan harus beragam dan
banyak. Ada perbedaan pandangan dan keinginan, model dan penciptaan,
bahagia dan sengsara.

Maka Allah swt mewahyukan kepada bapak manusia untuk menikahkan anak
mudanya secara silang. Adam alaihis salam melaksanakan perintah Allah
dan menyampaikannya kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa keputusan
ini menjadi penengah bagi mereka.

Menuruti Nafsu Penyebab Penyimpangan

Dorongan hasrat jiwa adalah sikap ambisi dan tamak. Namun barangsiapa
yang mampu mengendalikan dorongan gelora syahwatnya dan mampu
menjadikan akalnya sebagai pengendali hawa nafsunya, maka ia menjadi
orang yang dimuliakan Allah swt di dunia dan akhirat. Adapun siapa
yang tunduk di bawah kendali syahwatnya. Akalnya bertekuk lutut
dikalahkan nafsunya, maka ia termasuk kelompok orang-orang yang merugi
dan tersesat jalan hidupnya, meskipun ia mengira perbuatan itu baik.

Setelah Adam alaihis salam menyampaikan wahyu Tuhannya dan memutuskan
pernikahan anak-anaknya, seketika itu Qabil menolak. Ia tidak menerima
keputusan ayahnya, karena calon istrinya tidak secantik calon istri
saudaranya. Qabil iri terhadap saudaranya. Dia masih berharap agar
saudari kembarnya yang akan menjadi istrinya.

Kecantikan fisik masih menjadi sumber masalah yang siap melumat jiwa
manusia dan mewariskan kerusakan.

Kecantikan menjadi sebab perpecahan di antara dua bersaudara. Namun
Habil tetap mengingatkan saudaranya untuk mentaati ayahnya dan
menerima takdirnya.

Adam alaihis salam sebagai seorang ayah didera kebingungan yang hebat,
tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dirinya terbelah dalam dua
pilihan yang serba sulit. Antara cinta kepada kedua putranya, dan
antara keberlangsungan persaudaraan serta keselamatan keduanya. Sampai
akhirnya Allah swt memberikan jalan keluar kepada Adam alaihis salam,
yaitu agar kedua putranya mempersembahkan qurban kepada Allah swt.
Mana di antara keduanya yang diterima qurbannya, berarti dialah yang
berhak mendapatkan keinginannnya. Habil mengurbankan unta, sedangkan
Qabil mengurbankan gandum. Keduanya mengharapkan bahwa dirinyalah yang
mendapatkan bagian yang lebih baik.

Habil telah menunaikan bagiannya dan benar dalam prosesnya, yaitu
menerima keputusan ayahnya dan ikhlas dalam menjalankan qurbannya,
oleh karena itu qurbannya diterima. Sedangkan qurban saudaranya
ditolak, karena ia masih belum menerima keputusan ayahnya, dan tidak
mengikhlaskan niat dalam pengurbanannya.

Qabil meradang karena impianya tidak tercapai. Malah hatinya dipenuhi
kedengkian. Ia pun bersumpah kepada saudaranya, ”Akan aku bunuh kamu,
kalau tidak aku menderita, sebaliknya kamu berbahagia. Dan aku tidak
mau bersaudara dengan orang yang bahagia, sedangkan aku kecewa dan
tersiksa.

Mendengar ancaman Qabil itu, Habil berkata kepadanya dengan penuh
penyesalan hati, ”Saudaraku, alangkah baiknya jika kamu menyadari
kesalahanmu sehingga kamu memperbaikinya. Agar kamu menapaki jalan
keselamatan, kamu pun akan bahagia. Karena Allah swt tidak akan
sekali-kali menerima persembahan qurban, kecuali dari orang-orang yang
bertakwa.”

Menasehati Dalam Kebaikan

Habil adalah orang yang dikaruniai keluasan akal dan kekuatan fisik.
Ia termasuk orang-orang yang diberi amanat, maka ia pun menjaganya. Ia
termasuk orang-orang yang diberi hikmah, maka ia menggunakannya dengan
sebaik-baiknya. Ia lebih mementingkan keridhaan Allah swt, berbakti
kepada kedua orang tuanya dan rela dengan pembagian Tuhannya. Ia
melihat bahwa dunia ini adalah kesenangan yang akan hilang, pemberian
yang akan berganti. Ia sangat sayang dengan saudaranya dan selalu
menasehatinya serta selalu mengingatkan agar menepati janjinya. Selain
itu ia pun yakin bahwa dirinya memiliki kekuatan dari kekuatan Allah
swt, sehingga ancaman Qabil tidak membuat dirinya takut.

Habil melewati hari-harinya dengan biasa. Tidak ada niat sekecil
apapun untuk menyakiti saudaranya, apalagi membunuhnya. Karena Allah
swt Dzat yang telah menciptakan kesucian menetapkan demikian, yaitu
yang baik dan suci tidak boleh terprovokasi oleh sifat tercela. Maka
ia takut kepada Allah swt. Tuhan semesta alam.

Habil terus berusaha menasehati saudarnaya dengan santun dan menjaga
hati saudaranya. Itu dilakukannya adalah semata-mata agar ucapannya
dapat menjadi penawar hati sehingga mampu mengikis rasa dengki
saudaranya. Ia berkata, ”Wahai saudaraku, sebenarnya kamu telah
khilaf. Kamu akan berdosa kalau tetap bertekad membunuhku. Jalan
pikiranmu keliru. Lebih baik kamu beristighfar dan minta ampun kepada
Allah swt., kembali ke jalan-Nya. Kalau kamu tetap membulatkan
tekadmu, terus ingin melaksanakan rencanamu, maka sungguh aku serahkan
urusanku kepada Allah swt. karena aku sangat takut dosa akan
menghampiriku atau seberkas sisa kedurhakaan menggelayut di hatiku.
Maka tanggunglah dosa olehmu sendiri. Kamu termasuk ahli neraka dan
itulah ganjaran bagi orang yang dzalim.”

Namun demikian, tidaklah ketulusan persaudaraan Habil itu mampu
mengobati kedengkian Qabil. Tidaklah kasih sayang, kelembutan dan
kecintaan dari hati Habil yang paling dalam mampu memadamkan gejolak
api di hati saudaranya. Tidaklah juga rasa takut kepada Allah swt, dan
menjaga hak-hak kedua orang tua merubah hati orang yang pertama kali
berbuat dosa di muka bumi ini.

Terjadilah peristiwa itu. Suatu hari tangan Qabil berlumuran darah
saudaranya sendiri. Ia telah membunuhnya. Habil kembali kepada
Tuhannya.

Beberapa hari Adam alaihis salam tidak melihat Habil. Sang ayah merasa
khawatir sesuatu telah menimpanya. Ia pun bertanya kepada Qabil, ”Di
mana saudaramu, Habil?”. Qabil menjawab dengan cueknya, ”Aku
bukanlahlah wakil dia. Bukan penjaga dia dan bukan juga perawat dia.”.

Adam alaihis salam akhirnya mengetahui bahwa putranya telah dibunuh.
Adam alaihis salam terdiam penuh gejolak. Namun Adam alaihis salam
mampu menahan gejolak tersebut meskipun dengan perih pilu atas
hilangnya orang yang ia cintai. Adam alaihis salam melantunkan syair
duka-citanya:

Aku berkata dalam diri penuh penyesalan dan duka nestapa

Salah satu putraku dibunuh dan tidak akan pernah kembali lagi

Habil adalah orang pertama yang dibunuh di muka bumi ini . Qabil
bingung tidak mengetahui bagaimana cara mengurus jenazah saudaranya.
Dipikullah suadaranya mondar-mandir di atas pundaknya. Qabil didera
ketakutan dan kegelisahan… berhari-hari. Hingga bau tidak sedap mulai
tercium dari tubuh jenazah saudaranya. Qabil telah capek memikulnya.
Qabil tidak tahu harus berbuat apa.

Sampai di sini, kasih sayang Allah swt terhadap tubuh jenazah suci itu
mau tidak mau turun. Sebagai sunnah bagi ketentuan makhluk. Sekaligus
sebagai penjagaan terhadap kemuliaan Adam alahis salam dan putranya.
Di sini juga, wajib ada pelajaran berharga bagi orang yang dipenuhi
dendam kesumat. Akan tetapi dia bukanlah orang yang pantas menerima
wahyu Allah swt. juga bukan ilham-Nya. Bahkan ia harus menjadi murid
dari burung gagak. Pengetahuannya baru muncul ketika melihat seekor
hewan hitam yang lemah. Keegoannya baru luluh atas peristiwa yang
dilihatnya.

Allah swt mengutus dua ekor burung gagak yang saling bertarung. Salah
satunya membunuh yang lain, kemudian mengubur dengan pelatuknya di
bawah tanah. Melihat peristiwa itu Qabil menyesal seraya berkata,
”Aduhai celaka aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu
jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” QS. Al
Ma’idah: 31

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Naudzubillah min dzalik

Beberapa Ibrah Dari Kisah Ini:

1. Allah swt berkehendak agar bumi-Nya dihuni oleh banyak manusia,
yaitu melalui syari’at pernikahan yang halal.

2. Kecantikan wanita menjadi penyebab permusuhan dan fitnah, sesuai
sabda Rasulullah saw. ”Takutlah fitnah wanita, karena penyebab bani
Isra’il hancur adalah karena fitnah wanita.” HR. Muslim.

3. Orang yang shalih selalu menerima keputusan dan perintah Tuhannya,
sekaligus berusaha untuk mendakwahkan kebenaran ajaran Tuhannya,
sekalipun terhadap orang yang memusuhinya.

4. Penyebab orang menentang kebenaran adalah sikap menuruti hawa nafsu
dan sombong. Dan orang yang mengikuti hawa nafsu lagi sombong tidak
bisa menerima nasehat dan pelajaran kecuali lewat jalan yang hina.

Semoga kita semua terhindar dari sikap memperturutkan hawa nafsu,
menentang perintah Allah swt., durhaka kepada orang tua, dan berbuat
dzalim terhadap sesama. Amin. Allahu A’lam.

http://www.dakwatun a.com/2007/ kisah-habil- dan-qabil/
Selengkapnya...

Sa'id bin Amir

Posted by: "bhq2512" bhq2512@yahoo.com.my bhq2512
Sun May 9, 2010 8:21 pm (PDT)


Artikel Tokoh Islam :

Sa'id bin Amir -radhiallaahu 'anhu-
Jumat, 04 Juni 04

Sa'id bin Amir adalah orang yang membeli akhirat dengan dunia, dan ia lebih mementingkan Allah dan Rasul-Nya atas selain-Nya. (Ahli sejarah).

Adalah seorang anak muda Sa'id bin Amir Al-Jumahi salah satu dari beribu-ribu orang yang tertarik untuk pergi menuju daerah Tan'im di luar kota Makkah, dalam rangka menghadiri panggilan pembesar-pembesar Quraisy, untuk menyaksikan hukuman mati yang akan ditimpakan kepada Khubaib bin 'Adiy, salah seorang sahabat Muhammad yang diculik oleh mereka.

Kepiawaian dan postur tubuhnya yang gagah, ia mendapatkan kedudukan yang lebih dari pada orang-orang, sehingga ia dapat duduk berdampingan dengan pembesar-pembesar Quraisy, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, dan orang-orang yang mempunyai wibawa lainnya.
Dengan demikian ia dapat melihat dengan jelas tawanan Quraisy yang terikat dengan tali, suara gemuruh perempuan, anak-anak dan remaja senantiasa mendorong tawanan itu menuju arena kematian, karena kaum Quraisy ingin membalas Muhammad atas kematian orang-orangnya ketika perang Badar dengan cara membunuhnya.

Ketika rombongan yang garang ini dengan tawanannya, sampai di tempat yang telah disediakan, anak muda Sa'id bin Amir Al-Jumahi berdiri tegak memandangi Khubaib yang sedang diarak menuju kayu penyaliban, dan ia mendengar suaranya yang teguh dan tenang di antara teriakan wanita-wanita dan anak-anak, Khubaib berkata, "Izinkan saya untuk shalat dua raka'at sebelum pembunuhanku ini jika kalian berkenan."

Kemudian ia memandanginya, sedangkan Khubaib menghadap kiblat dan shalat dua raka'at, alangkah bagusnya dan indahnya shalatnya itu...

Kemudia ia melihat, Khubaib seandainya menghadap pembesar-pembesar kaum dan berkata, "Demi Allah! Jjika kalian tidak menyangka bahwa saya memperpanjang shalat karena takut mati, tentu saya telah memperbanyak shalat..."

Kemudian ia melihat kaumnya dengan mata kepalanya, mereka memotong-motong Khubaib dalam keadaan hidup, mereka memotongnya sepotong demi sepotong, sambil berkata, "Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu dan kamu selamat?", maka ia menjawab- sementara darah mengucur dari badannya, "Demi Allah! Saya tidak suka bersenang-senang dan berkumpul bersama istri dan anak sedangkan Muhammad tertusuk duri" . Maka orang-orang melambaikan tangannya ke atas, dan teriakan mereka semakin keras, "Bunuh!-bunuh. ..!."

Kemudian Sa'id bin Amir melihat Khubaib mengarahkan pandangannya ke langit dari atas kayu salib, dan berkata, "Ya Allah ya Tuhan kami! Hitunglah mereka dan bunuhlah mereka satu persatu serta janganlah Engkau tinggalkan satupun dari mereka", kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya, dan di badannya tidak terhitung lagi bekas tebasan pedang dan tusukan tombak.

Orang-orang Quraisy telah kembali ke Makkah, dan mereka telah melupakan kejadian Khubaib dan pembunuhannya karena banyak kejadian-kejadian setelahnya.
Akan tetapi anak muda Sa'id bin Amir Al-Jumahi tidak bisa menghilangkan bayangan Khubaib dari pandangannya walau sekejap mata.



Ia memimpikannya ketika sedang tidur, dan melihatnya dengan khayalan ketika matanya terbuka, Khubaib senantiasa terbayang di hadapannya sedang melakukan shalat dua raka'at dengan tenang di depan kayu salib, dan ia mendengar rintihan suaranya di telinganya, ketika Khubaib berdo'a untuk kebinasaan orang-orang Quraisy, maka ia takut kalau ia tersambar petir atau ketiban batu dari langit.

Khubaib telah mengajari Sa'id sesuatu yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Ia mengajarinya bahwa hidup yang sesungguhnya adalah aqidah dan jihad di jalan aqidah itu hingga akhir hayat.
Ia mengajarinya juga bahwa iman yang kokoh akan membuat keajaiban dan kemu'jizatan.
Dan ia mengajarinya sesuatu yang lain, yaitu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki yang dicintai oleh para sahabatnya dengan kecintaan yang sedemikian rupa, tidak lain adalah nabi yang mendapat mandat dari langit.

Semenjak itu Allah membukakan dada Sa'id bin Amir untuk Islam, lalu ia berdiri di hadapan orang banyak dan memproklamirkan kebebasannya dari dosa-dosa Quraisy, berhala-berhala dan patung-patung mereka, dan menyatakan ikrarnya terhadap agama Allah.

Sa'id bin Amir berhijrah ke Madinah, dan mengabdikan diri kepada Rasulullah , dan ia ikut serta dalam perang Khaibar dan peperangan-peperang an setelahnya.

Dan ketika Nabi yang mulia dipanggil menghadap Tuhannya, -saat itu beliau sudah meridhainya- ia mengabdikan diri dengan pedang terhunus di zaman dua khalifah Abu Bakar dan Umar, dan hidup bagaikan contoh satu-satunya bagi orang mu'min yang membeli akhirat dengan dunia, dan mementingkan keridhaan Allah dan pahala-Nya atas segala keinginan hawa nafsu dan syahwat badannya.

Kedua khalifah Rasulullah telah mengetahui tentang kejujuran dan ketakwaan Sa'id bin Amir, keduanya mendengar nasihat-nasihatnya dan memperhatikan pendapatnya.
Pada awal kekhilafahan Umar, ia menemuinya dan berkata, "Wahai Umar, aku berwasiat kepadamu, agar kamu takut kepada Allah dalam urusan manusia, dan janganlah kamu takut kepada manusia dalam urusan Allah, dan janganlah ucapanmu bertentangan dengan perbuatanmu, karena sesungguhnya ucapan yang paling baik adalah yang sesuai dengan perbuatan...

Wahai Umar, hadapkanlah wajahmu untuk orang yang Allah serahkan urusannya kepadamu, baik orang-orang muslim yang jauh atau yang dekat, cintailah mereka sebagaimana kamu mencintai dirimu dan keluargamu, dan bencilah untuk mereka sesuatu yang kamu benci bagi dirimu dan keluargamu, dan tundukkanlah beban menjadi kebenaran dan janganlah kamu takut celaan orang yang mencela dalam urusan Allah.

Maka Umar berkata, Siapakah yang mampu menjalankan itu wahai Sa'id?!."
Ia menjawab, "Orang laki-laki sepertimu mampu melakukannya, yaitu di antara orang-orang yang Allah serahkan urusan umat Muhammad kepadanya, dan tidak ada seorangpun perantara antara ia dan Allah."

Setelah itu Umar mengajak Sa'id untuk membantunya dan berkata, "Wahai Sa'id; Kami menugaskan kamu sebagai gubernur atas penduduk Himsh." maka ia berkata, Hai Umar!: Aku ingatkan dirimu terhadap Allah; Janganlah kamu menjerumuskanku ke dalam fitnah. Maka Umar marah dan berkata, Celaka kalian, kalian menaruh urusan ini di atas pundakku, lalu kalian berlepas diri dariku!!. Demi Allah aku tidak akan melepasmu." Kemudian ia mengangkatnya menjadi gubernur di Himsh, dan beliau berkata, "Kami akan memberi kamu gaji." Sa'id berkata, "Untuk apa gaji itu wahai Amirul mu'minin? karena pemberian untukku dari baitul mal telah melebihi kebutuhanku. " Kemudian ia berangkat ke Himsh.

Tidak lama kemudian datanglah beberapa utusan dari penduduk Himsh kepada Amirul mu'minin, maka beliau berkata kepada mereka, "Tuliskan nama-nama orang fakir kalian, supaya aku dapat menutup kebutuhan mereka." Maka mereka menyodorkan selembar tulisan, yang di dalamnya ada Fulan, fulan dan Sa'id bin Amir. Umar bertanya: Siapakah Sa'id bin Amir ini?." Mereka menjawab, "Gubernur kami." Umar berkata, "Gubernurmu fakir?" Mereka berkata, "Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api." Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata, kemudian beliau mengambil seribu dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya Amirul mu'minin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda."

Saat para utusan itu mendatangi Sa'id dengan membawa kantong, lalu Sa'id membukanya ternyata di dalamnya ada uang dinar, lalu ia meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata: (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan dikembalikan kepada-Nya)- seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya, hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, "Ada apa wahai Sa'id?!, Apakah Amirul mu'minin meninggal dunia?. Ia berkata, "Bahkan lebih besar dari itu." Istrinya berkata, "Apakah orang-orang muslim dalam bahaya?" Ia menjawab, "Bahkan lebih besar dari itu." Istrinya berkata, "Apa yang lebih besar dari itu?" Ia menjawab, "Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku." Istrinya berkata, "Bebaskanlah dirimu darinya." -saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali-. Ia berkata, "Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?" Istrinya menjawab, "Ya!" Lalu ia mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil kemudian ia membagikannya kepada orang-orang muslim yang fakir.

Tidak lama kemudian Umar bin al-Khattab ? datang ke negeri Syam untuk melihat keadaan, dan ketika beliau singgah di Himsh -waktu itu disebut dengan 'Al-Kuwaifah' yaitu bentuk kecil dari kalimat Al-Kufah-, karena memang Himsh menyerupainya baik dalam bentuknya atau banyaknya keluhan dari penduduk akan pejabat-pejabat dan penguasa-penguasany a. Ketika beliau singgah di negeri itu, penduduknya menyambut dan menyalaminya, maka beliau berkata kepada mereka, "Bagaimana pendapat kalian tentang gubernur kalian?"

Maka mereka mengadukan kepadanya tentang empat hal, yang masing-masing lebih besar dari yang lainnya. Umar berkata, Maka aku kumpulkan dia dengan mereka, dan aku berdo'a kepada Allah supaya Dia tidak menyimpangkan dugaanku terhadapnya, karena aku sebenarnya menaruh kepercayaan yang sangat besar kepadanya. Dan ketika mereka dan gubernurnya telah berkumpul di hadapanku, aku berkata, "Apa yang kalian keluhkan dari gubernur kalian?"

Mereka menjawab, "Beliau tidak keluar kepada kami kecuali jika hari telah siang." Maka aku berkata, "Apa jawabmu tentang hal itu wahai Sa'id?." Maka ia terdiam sebentar, kemudian berkata, "Demi Allah sesungguhnya aku tidak ingin mengucapkan hal itu, namun kalau memang harus dijawab, sesungguhnya keluargaku tidak mempunyai pembantu, maka aku setiap pagi membuat adonan, kemudian aku tunggu sebentar sehingga adonan itu menjadi mengembang, kemudian aku buat adonan itu menjadi roti untuk mereka, kemudian aku berwudlu dan keluar menemui orang-orang. " Umar berkata, "Lalu aku berkata kepada mereka, "Apa lagi yang anda keluhkan darinya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya beliau tidak menerima tamu pada malam hari." Aku berkata, "Apa jawabmu tentang hal itu wahai Sa'id?" Ia menjawab, "Sesungguhnya Demi Allah aku tidak suka untuk mengumumkan ini juga, aku telah menjadikan siang hari untuk mereka dan malam hari untuk Allah Azza wa Jalla." Aku berkata, "Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?"

Mereka menjawab, "Sesungguhnya beliau tidak keluar menemui kami satu hari dalam sebulan." Aku berkata, "Dan apa ini wahai Sa'id?" Ia menjawab, "Aku tidak mempunyai pembantu wahai Amirul mu'minin, dan aku tidak mempunyai baju kecuali yang aku pakai ini, dan aku mencucinya sekali dalam sebulan, dan aku menunggunya hingga baju itu kering, kemudian aku keluar menemui mereka pada sore hari." Kemudian aku berkata: "Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?" Mereka menjawab, "Beliau sering pingsan, hingga ia tidak tahu orang-orang yang duduk dimajlisnya. " Lalu aku berkata, "Dan apa ini wahai Sa'id?" Maka ia menjawab, "Aku telah menyaksikan pembunuhan Khubaib bin Adiy, kala itu aku masih musyrik, dan aku melihat orang-orang Quraisy memotong-motong badannya sambil berkata, "Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu? " maka ia berkata, "Demi Allah aku tidak ingin merasa tenang dengan istri dan anak, sementara Muhammad tertusuk duri...Dan demi Allah, aku tidak mengingat hari itu dan bagaimana aku tidak menolongnya, kecuali aku menyangka bahwa Allah tidak mengampuni aku... maka akupun jatuh pingsan."

Seketika itu Umar berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak menyimpangkan dugaanku terhadapnya. " Kemudian beliau memberikan seribu dinar kepadanya, dan ketika istrinya melihatnya ia berkata kepadanya, "Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan kami dari pekerjaan berat untukmu, belilah bahan makanan dan sewalah seorang pembantu untuk kami", Maka ia berkata kepada istrinya, "Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lebih baik dari itu?" Istrinya menjawab, "Apa itu?" Ia berkata, "Kita berikan dinar itu kepada yang mendatangkannya kepada kita, pada saat kita lebih membutuhkannya. " Istrinya berkata, "Apa itu?", Ia menjawab, "Kita pinjamkan dinar itu kepada Allah dengan pinjaman yang baik." Istrinya berkata, "Benar, dan semoga kamu dibalas dengan kebaikan." Maka sebelum ia meninggalkan tempat duduknya dinar-dinar itu telah berada dalam kantong-kantong kecil, dan ia berkata kepada salah seorang keluarganya, "Berikanlah ini kepada jandanya fulan. dan kepada anak-anak yatimnya fulan, dan kepada orang-orang miskin keluarga fulan, dan kepada fakirnya keluarga fulan".

Mudah-mudahan Allah meridhai Sa'id bin Amir al-Jumahi, karena ia adalah termasuk orang-orang yang mendahulukan( orang lain) atas dirinya walaupun dirinya sangat membutuhkan. (1)

(1). Untuk tambahan tentang biografi Sa'id bin Amr al-Jumahi, lihatlah: Al-Tahdzib:4/ 51, Ibnu `Asakir:6/145- 147, Shifat al-Shafwah:1/ 273, Hilyatul auliya':1/244, Tarih al-Islam:2/35, Al-Ishabah:3/ 326, Nasab Quraisy:399.

http://www.alsofwah .or.id/
Selengkapnya...