Kamis, 26 Juli 2012

Sifat 20: Sifat Allah yang Penting dan Wajib Kita Ketahui

Posted by: "A Nizami" nizaminz Assalamu'alaikum wr wb, Jika bermanfaat, mohon disebarkan. Sifat 20: Sifat Allah yang Penting dan Wajib Kita Ketahui Ilmu Tauhid (Aqidah/Iman) adalah hal yang paling penting yang harus dipelajari setiap Muslim. Bahkan harus dipelajari lebih dulu sebelum kita mempelajari/ melakukan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa tergerak untuk melakukan ibadah jika dalam hati kita tidak ada iman? Bagaimana kita bisa ikhlas dan khusyuk beribadah jika kita tidak tahu/tidak yakin akan Allah dan sifat-sifatNya? Banyaknya ummat Islam di Indonesia yang menjadi murtad itu karena mereka nyaris tidak mempelajari dan meyakini ilmu Tauhid sehingga akhirnya tidak tahu Sifat-sifat Tuhan yang asli/sejati. Akhirnya mereka menyembah Tuhan yang sifatnya berlawanan dari sifat Allah seperti menyembah 3 Tuhan dan sebagainya. Pada Ilmu Tauhid ini diasumsikan orang belum memiliki iman yang kuat kepada Allah, apalagi Al Qur’an. Oleh karena itu dalilnya pun yang pertama dipakai adalah dalil Akal/Logika (Aqli). Setelah beriman, baru dalil Naqli (Al Qur’an) dikemukakan. Pada ilmu tentang Iman, maka Akal harus digunakan. Ada pun jika sudah beriman dan mengenai fiqih misalnya kenapa kalau kentut bukan (maaf) pantat yang dibasuh, tapi harus mencuci anggota badan lainnya, maka dalil Naqli (Al Qur’an dan Hadits) yang harus dipakai. Pada Tauhid, Aqli harus dipakai. Pada Fiqih, Naqli yang dipakai. Karena itulah Allah dalam Al Qur’an juga kerap menggunakan dalil Akal/Logika kepada kaum yang kafir atau imannya masih lemah. Hanya orang yang berakal saja yang dapat pelajaran. “…Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [Ali ‘Imran 7] Allah juga kerap memakai ilmu pengetahuan seperti penciptaan langit dan bumi sebagai tanda bagi orang yang berakal: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [Ali ‘Imran 190] “dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” [Al Jaatsiyah 5] Lihat ayat Al Waaqi’ah ayat 58 hingga 72. Allah menggunakan logika kepada manusia (termasuk kita yang membaca surat tersebut) agar menggunakan akal kita: “Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?” [Al Waaqi’ah 58-59] “Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi’ah 72] Allah menggunakan logika dan perumpamaan- perumpamaan (Tamtsil/Ibarat) agar orang yang berakal/berilmu meski dia belum beriman jadi berfikir dan beriman kepada Allah. “Dan perumpamaan- perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” [Al ‘Ankabuut 43] Baca juga ayat Al Hasyr 21, Al Kahfi 45, Al Kahfi 54, Ar Ruum 58, Az Zumar 27, dsb. Ada 58 ayat lebih tentang perumpamaan yang dikenal sebagai logika analogi. Contoh perumpamaan itu adalah ayat Al A’raaf 176, Al ‘Ankabuut 41, Al Baqarah 17, Al Baqarah 171, Al Baqarah 261, Al Baqarah 264, dan sebagainya. Keliru sekali jika ada orang yang menolak sama sekali penggunaan dalil Akal atau Logika apalagi jika itu ditujukan pada orang yang belum atau masih tipis imannya. Karena itu, banyak orang-orang yang dulunya kafir, akhirnya masuk Islam. Bayangkan, bagaimana mungkin orang mau mempercayai Al Qur’an (firman Allah) jika kepada Allah saja dia belum beriman? Karena itulah pendekatan akal digunakan. Berbagai firman Allah seperti Afalaa Ta’qiluun, La’allakum Tatafakkaruun, Ulil Albaab merupakan perintah Allah pada manusia untuk menggunakan akal atau fikiran termasuk dalam beragama. Sifat Allah itu banyak/tidak terhitung. Namun seandainya ditulis 1 juta, 1 milyar, atau 1 trilyun, tentu kita tidak akan sanggup mempelajarinya bukan? Seorang ulama menulis 20 sifat yang wajib (artinya harus ada) pada Tuhan/Allah. Jika tidak memiliki sifat itu, berarti dia bukan Tuhan atau Allah. Minimal kita bisa memahami dan meyakini 13 dari sifat tersebut agar tidak tersesat. Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya dalam Ama’ul Husna (99 Nama Allah yang Baik) Video Sifat 20 bisa dilihat di sini: Sifat-sifat itu adalah: 1. Wujud (ada) Allah itu Wujud (ada). Tidak mungkin/mustahil Allah itu ‘Adam (tidak ada). Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya. Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih komplek. Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik! ) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya. Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya. Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain: “Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61] Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru. Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada? Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada? Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakkan benda tersebut di bawah mikroskop yang amat kuat). Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada? Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya. Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta! Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas. Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada. “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5] “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40] Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada: “Allah lah Yang meninggi-kan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia berse-mayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya) , menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) , supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2] “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191] Artikel lengkap tentang Bukti Tuhan itu Ada dapat anda lihat di www.media-islam. or.id Hikmah: Kunci Iman menyembah Allah. Kalau orang tidak mempercayai Allah itu ada, maka dia adalah Atheist. Tidak mungkin bisa ikhlas dan khusyu’ menyembah Allah. 2. Qidam (Terdahulu) Allah itu Qidam (Terdahulu). Mustahil Allah itu Huduts (Baru). “Dialah Yang Awal …” [Al Hadiid:3] Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia. “Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu..?” [Al Mu'min:62] Oleh karena itu, Allah adalah awal. Dia sudah ada jauh sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada. Tidak mungkin Tuhan itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada. Sebagai contoh, tidak mungkin lukisan Monalisa ada lebih dulu sebelum pelukis yang melukisnya, yaitu Leonardo Da Vinci. Demikian juga Tuhan. Tidak mungkin makhluk ciptaannya muncul lebih dulu, kemudian baru muncul Tuhan. 3. Baqo’ (Kekal) Allah itu Baqo’ (Kekal). Tidak mungkin Allah itu Fana’ (Binasa). Allah sebagai Tuhan Semesta Alam itu hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaannya. Jika Tuhan itu Fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaannya seperti manusia? “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati…” [Al Furqon 58] “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” [Ar Rahman:26-27] Karena itu jika ada “Tuhan” yang wafat atau mati, maka itu bukan Tuhan. Tapi manusia biasa. Hikmah: Jika kita mencintai Allah yang Maha Kekal dan selalu ada dan menjadikanNya teman serta pelindung, niscaya kita akan tetap sabar meski kehilangan segala yang kita cintai. 4. Mukhollafatuhu lil hawaadits (Tidak Serupa dengan MakhlukNya) Allah itu berbeda dengan makhlukNya (Mukhollafatuhu lil hawaadits). Mustahil Allah itu sama dengan makhlukNya (Mumaatsalaatuhu lil Hawaadits). Kalau sama dengan makhluknya misalnya sama lemahnya dengan manusia, niscaya “Tuhan” itu bisa mati dikeroyok atau disalib oleh manusia. Mustahil jika “Tuhan” itu dilahirkan, menyusui, buang air, tidur, dan sebagainya. Itu adalah manusia. Bukan Tuhan! Allah itu Maha Besar. Maha Kuasa. Maha Perkasa. Maha Hebat. Dan segala Maha-maha yang bagus lainnya. “…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…” [Asy Syuura:11] Misalnya sifat “Hidup” Allah beda dengan sifat “Hidup” makhluknya. Allah itu dari dulu, sekarang, kiamat, dan hingga hari akhirat nanti tetap hidup. Sebaliknya makhluknya seperti manusia dulu mati (tidak ada). Setelah itu baru dilahirkan dan hidup. Namun itu pun hanya sebentar. Paling lama 1000 tahun. Setelah itu mati lagi dan dikubur. Jadi meski sekilas sama, namun sifat “Hidup” Allah beda dengan makhlukNya. Demikian juga dengan sifat lain seperti “Kuat.” Allah selalu kuat dan kekuatannya bisa menghancurkan alam semesta. Sementara manusia itu dulu ketika bayi lemah dan ketika mati juga tidak berdaya. Saat hidup pun jika kena tsunami atau gempa apalagi kiamat, dia akan mati. 5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya) Allah itu Qiyamuhi Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya). Mustahil Allah itu Iftiqoorullah (Berhajat/butuh) pada makhluknya. “.. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Al ‘Ankabuut:6] “Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” [Al Israa’ 111] Di dunia ini, semua orang saling membutuhkan. Bahkan seorang raja pun butuh penjahit pakaian agar dia tidak telanjang. Dia butuh pembuat bangunan agar istananya bisa berdiri. Dia butuh tukang masak agar bisa makan. Dia butuh pengawal agar tidak mati dibunuh orang. Dia butuh dokter jika dia sakit. Saat bayi, dia butuh susu ibunya, dan sebagainya. Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh makhluknya. Seandainya seluruh makhluk memujiNya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaanNya. Sebaliknya jika seluruh makhluk menghinaNya, tidaklah berkurang sedikitpun kemuliaanNya. “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” [ Faathir 15] Hikmah: Tidak sombong dan memohon hanya kepada Allah. Karena Manusia ketika lahir butuh bantuan. Demikian pula ketika mati meski dia kaya dan berkuasa 6. Wahdaaniyah (Esa) Allah itu Wahdaaniyah (Esa/Satu). Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud) seperti 2, 3, 4, dan seterusnya. Allah itu Maha Kuasa. Jika ada sekutuNya, maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi. Jika satu Tuhan Maha Pencipta, maka Tuhan yang lain kekuasaannya terbatas karena bukan Maha Pencipta. ”Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu” [Al Mu’minuun:91] Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” [Al Ikhlas:1-4] Oleh karena itu, ummat Islam harus menyembah Tuhan Yang Maha Esa/Satu, yaitu Allah. Tidak pantas bagi ummat Islam untuk menyembah Tuhan selain Allah seperti Tuhan Bapa, Tuhan Anak, Roh Kudus. Tidak pantas juga bagi ummat Islam untuk menyembah 3 Tuhan di mana satu adalah yang Menciptakan, satu lagi yang merusak, dan terakhir yang memelihara. ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik, bagi siapa yang dikehendaki- Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An Nisaa’:48] Hikmah: Tidak mempersekutukan Allah 7. Qudrat (Kuasa) Sifat Tuhan yang lain adalah Qudrat atau Maha Kuasa. Tidak mungkin Tuhan itu ‘Ajaz atau lemah. Jika lemah sehingga misalnya bisa ditangkap, disiksa, dan disalib, maka itu bukan Tuhan yang sesungguhnya. Hanya manusia biasa. ”… Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” [Al Baqarah:20] ”Jika Dia kehendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian tidak sulit bagi Allah.” [Fathiir:16- 17] Hikmah: menyadari kekuasaan Allah dan tawakal kepada Allah. 8. Iroodah (Berkehendak) Sifat Allah adalah Iroodah (Maha Berkehendak) . Allah melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Mustahil Allah itu Karoohah (Melakukan sesuatu dengan terpaksa). “…Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” [Huud:107] “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak untuk menciptakan sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.” [Al Baqarah:117] “…Katakanlah : “Maka siapakah yang dapat menghalangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Fath:11] Hikmah: tawakal kepada Allah dan selalu berdoa kepada Allah 9. Ilmu (Mengetahui) Allah itu berilmu (Maha Mengetahui). Mustahil Allah itu Jahal (Bodoh). Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Sedangkan manusia tahu bukan karena menciptakan, tapi sekedar melihat, mendengar, dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meski hanya seekor lalat. “Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59] “Katakanlah: Sekiranya lautan jadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu.” [Al Kahfi:109] “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’:176] 10. Hayaat (Hidup) Allah itu Hayaat (Maha Hidup). Tidak mungkin Tuhan itu Maut (Mati). Jika Tuhan mati, maka bubarlah dunia ini. Tidak patut lagi dia disembah. Maha Suci Allah dari kematian/wafat. “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup kekal Yang tidak mati…” [Al Furqaan:58] 11. Sama’ (Mendengar) Allah bersifat Sama’ (Maha Mendengar). Mustahil Tuhan bersifat Shomam (Tuli). Allah Maha Mendengar. Mustahil Allah tuli. “… Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah:256] 12. Bashor (Melihat) Allah bersifat Melihat. Mustahil Allah itu ‘Amaa (Buta). “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [Al Hujuraat:18] Hikmah: takut berbuat dosa karena Allah selalu melihat kita Lebih jauh tentang Sifat Bashor bisa anda lihat di: http://media- islam.or. id/2010/05/ 04/allah- maha-melihat- bashor 13. Kalam Allah bersifat Kalam (Berkata-kata) . Mustahil Allah itu Bakam (Bisu) “…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” [An Nisaa’ 164] Jika kita meyakini ini, tentu kita tidak akan menyembah berhala yang tidak bisa bicara sebagai Tuhan [Al Anbiyaa’ 63-65] Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang wajib kita ketahui agar kita tahu mana Tuhan yang asli dan mana yang bukan. Jika sifat-sifat Tuhan itu kita pahami dan yakini, niscaya kita tidak akan menyembah 3 Tuhan atau Tuhan yang Mati atau Tuhan yang Lemah, dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah Allah yang memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna. Ada pun sifat-sifat ke 14-20 sesungguhnya merupakan bentuk Subyektif/Pelaku dari Sifat nomor 7-13 yaitu: 14. Qoodirun: Yang Memiliki sifat Qudrat 15. Muriidun: Yang Memiliki Sifat Iroodah 16. ‘Aalimun: Yang Mempunyai Ilmu 17. Hayyun: yang Hidup 18. Samii’un: Yang Mendengar 19. Bashiirun: Yang Melihat 20. Mutakallimun: Yang Berkata-kata Insya Allah semua sifat-sifat Allah itu berdasarkan dalil Al Qur’an yang kuat jadi harus kita yakini kebenarannya. Ilmu Tauhid ini begitu penting. Sebab itu cetaklah dan sebarkanlah pada keluarga dan teman-teman anda untuk memperkuat aqidah mereka. Video dan bacaan selengkapnya bisa dilihat di: http://media- islam.or. id/2009/11/ 08/sifat- 20-allah- yang-penting- dan-wajib- kita-ketahui/ Silahkan lihat juga: http://media- islam.or. id/category/ iman/iman- kepada-allah   Selengkapnya...

*Momen Kembali ke Jalan Lurus*

*Oleh: Prof. DR. KH. Said Aqil Siradj* Ramadhan adalah bulan suci umat Islam yang penuh rahmat dan pengampunan. Di dalamnya tersimpuh ajaran adiluhung untuk melatih diri (riyadhah al-nafs) dan penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs). Artinya, puasa bukanlah sekadar ”ritual kosong”, melainkan bermakna secara spiritual, psikologis, humanis dan sosial. Saking mendalamnya ”bobot” puasa, sampai-sampai diwartakan bahwa ibadah puasa menjadi lelaku yang ”sangat privat”. Maksudnya, orang yang berpuasa punya ikatan atau tanggung jawab langsung dengan Allah. Beda dengan ibadah lainnya, seperti shalat yang secara lahiriah mudah dikenali, orang yang berpuasa akan sulit diketahui dari lahiriahnya. Manakala kita melaksanakan puasa Ramadhan, sejatinya kita sedang melaksanakan dua hal. Pertama, menahan diri dari segala hal yang merusak. Kedua, mendekatkan diri kepada Allah. Di sini tersimpuh kata *al-imsak,* yang dalam tata bahasa Arab bisa bergandengan dengan kata *‘an* atau dengan *bi*. Bila bergandengan dengan *‘an (imsak ‘an),* berarti menahan diri untuk tak melakukan sesuatu. Bila dengan *bi (imsak bi),* berarti berpegang teguh pada sesuatu yang dijadikan pegangan. Orang yang ber-*imsak* bi seharusnya ia ber-*imsak ‘an*, baik dalam puasa maupun di luar puasa. Berpuasa Ramadhan mestinya dengan sepenuh jiwa, melatih diri agar dalam kondisi apa pun tetap teguh iman. Menahan diri dari ketamakan, korupsi, bertindak zalim, dan segala rupa perbuatan batil. Dengan berpuasa Ramadhan, kita mengembalikan harkat kemanusiaan kita yang lebih mulia dari segala yang ada di dunia ini sebagai makhluk ciptaan Allah. Kitalah yang mengendalikan harta, bukan harta mengendalikan kita. Kitalah yang mengendalikan makanan, bukan makanan yang mengendalikan kita. Kita kembalikan jalan hidup kita ke jalan lurus. Berpuasa Ramadhan sejatinya pula sebuah penegasan kembali doa dan ikrar kita agar selalu ditunjukkan ke jalan yang lurus (*ihdina al-shirat al-mustaqim* ). Menyitir Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, istilah *shira*t bagaikan jalan tol. Kita tidak dapat lagi keluar atau tersesat setelah memasukinya. Bila memasukinya, kita telah ditelan olehnya dan tidak dapat keluar kecuali sampai pada akhir perjalanan. *Pembebasan* Bertumpuknya hikmah Ramadhan ini sesungguhnya bisa dikembalikan pada semangat Islam, yakni semangat pembebasan yang integratif dengan spirit kemanusiaan. Ramadhan menjadi pijakan untuk meneguhkan fitrah yang menghajatkan dimensi ekologis yang kental dengan dimensi transendental untuk menggapai keadilan hakiki. Dalam semangat fitrah terpapar etika untuk mencapai kesalehan secara masif, tidak serta-merta transendental, juga tanpa pengebirian terhadap kesucian hak manusia lainnya. Spirit semacam ini akan menghalau kesenjangan sosial, sikap serba cuek dengan sekitarnya. Jika semangat pembebasan telah berurat akar, fitrah manusia akan kembali menemukan harmonisasi di tengah kosmos. Kehidupan yang merupakan pancaran aura ketuhanan dengan potensi azali manusia akan saling bersahutan demi membangun masyarakat yang adil. Kemiskinan, kebodohan, dan borjuasi kehidupan telah menggurita di berbagai lapisan masyarakat. Kaum Muslim hanya berkompetisi di depan publik dengan pemberian hadiah pada saat momen religius saja. Di luar itu, basis kebajikan manusia kembali mengakar pada teosentrisme, sebuah hal yang lagi-lagi dilogikakan demi kepentingan Tuhan yang sebenarnya. Seorang Muslim yang baik semestinya tidak mengukur pahala sebagai standardisasi pola kerja kebajikannya, tetapi menggunakan realitas sosial sebagai parameter kesuksesan kebajikan. Krisis yang timbul di kalangan elite dan masyarakat kita sekarang ini karena mereka kehilangan kendali diri dan menjauh dari jalan lurus. Bahkan, di zaman modern, manusia sudah kehilangan rasa kebersamaan dan solidaritas sosial. Tak salah kalau banyak yang kelaparan pada saat kita semua menjalankan ibadah puasa karena puasa hanya sekadar kewajiban. Bila disimak secara saksama, puasa Ramadhan masih terpampang sebatas simbol ibadah yang belum memberikan nilai transformatif kepada masyarakat. Puasa Ramadhan hanya sekadar rutinitas dan tren unjuk beragama. Bila begitu terus, tak hanya menjadikan agama teralienasi dari pesan moral dan ajaran agama yang formal, tetapi juga agama teralienasi dari hakikat makan dan fungsi agama di tengah mobilisasi simbol keagamaan. Dalam Al Quran, Allah mengutuk orang yang shalat, tetapi lalai. Mereka yang dikatakan lalai itu adalah yang tidak tulus (riya’) dan tidak mau menolong orang lain (QS. Al-Ma’un: 5-7). Begitulah dampak puasa belum ditumbuhkan dalam kehidupan konkret. Berbagai bentuk kezaliman terus merajalela, kejahatan terus mengalami eskalasi yang luar biasa, kekerasan tetap marak di mana-mana, proses dehumanisasi terus berlangsung dalam kehidupan. Atau dengan kata lain, ibadah puasa umat Islam masih bersifat individu-vertikal belum sampai ke tingkat sosial-horizontal. Andai puasa Ramadhan tak berhenti sebagai ritus, diserap benar-benar sebagai mentalitas dan perilaku, bisa jadi sebagian penyimpangan sosial manusia bisa ditekan. Betapa indah andai kita hidup di tengah masyarakat yang mengembangkan dan menjaga mentalitas Ramadhan, yaitu pengendalian dalam apa saja dengan berbasiskan bahasa hati. Ketika bahasa hati yang bicara, bahasa sistem dalam upaya menciptakan kendali, misalnya dalam membangun good governance, kita yakini bakal menemukan efektivitasnya. Segi-segi ideal itulah yang selalu muncul dalam gambaran ketika Ramadhan tiba. *Titik lompatan* Jika pada bulan-bulan lain para elite politik seenaknya mengumbar kata-kata, selama puasa harus berlatih untuk lebih bijak dalam bertutur. Kalau pada bulan selain Ramadhan para pelaku birokrasi begitu mudah menyimpangkan anggaran negara, saat puasa mereka mesti berupaya mengakhirinya. Tidak ada momentum sekhidmat Ramadhan yang bisa dijadikan titik untuk membuat lompatan. Tentu sangat banyak cobaan dan godaan selama menjalankan puasa. Namun, dengan kebesaran hati dalam menjalankan perintah agama, kiranya semua persoalan itu bisa diatasi. Jangan sampai tergoda dengan hal-hal yang kurang baik dan dapat mengurangi makna puasa. Walhasil, saatnya kita berdoa dan bertekad kembali agar puasa Ramadhan tahun ini bisa menyadarkan dan mencerahkan kita semua untuk kembali ke jalan lurus. Jalan menuju transformasi diri yang berangkat dari kesadaran spiritual individual dan kemudian berurutan mewujud dalam kesadaran sosial sehingga bisa membawa manfaat bagi negeri kita tercinta ini, yang tengah membangun dalam suasana plural dan multikultural. Selamat berpuasa bagi saudara-saudara kita yang sedang menunaikannya. *Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU* Sumber: http://cetak. kompas.com/ read/2012/ 07/20/02043948/ .momen.kembali. ke.jalan. lurus Selengkapnya...

Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern

Posted by: "A Nizami" nizaminz Assalamu'alaikum wr wb, Jika bermanfaat, mohon sebarkan ke yang lain. Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat- ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia. Sebagai contoh ayat di bawah: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30] Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang dan teori ilmiyah lainnya menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini. Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an. Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu. “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33) Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu: “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38) Langit yang mengembang (Expanding Universe) Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47) Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengemban g. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini. Menurut Stephen Hawkings dengan teori Big Bang, sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Teori lain seperti Inflationary juga berpendapat jagad raya terus berkembang. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup. Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”. Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Gunung yang Bergerak “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88] 14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak. Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi. Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan. Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil. Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi. Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut: Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30) Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13) Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an. “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22) Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia “Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4) Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.) Diselamatkannya Jasad Fir’aun “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92] Maurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II Dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya.  Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as. Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817.Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw). Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan Al Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan. “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36] Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini. Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut: “…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.” Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan. Tulisan di atas hanyalah sebagian kecil dari keajaiban Al Qur’an yang ada dan ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Bagi yang ingin tahu lebih banyak silahkan baca buku referensi di bawah. Jelas Al Qur’an itu benar dan tak ada keraguan di dalamnya. ”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2] Jika agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan di dalamnya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An Nisaa’:82] Artikel selengkapnya beserta foto dan gambar bisa dilihat di: http://media- islam.or. id/2007/11/ 07/keajaiban- al-quran- dan-ilmu- pengetahuan/  Silahkan baca juga: http://media- islam.or. id/category/ artikel-penting Selengkapnya...

Keutamaan Menuntut Ilmu

Posted by: "A Nizami" nizaminz Assalamu'alaikum wr wb, Jika bermanfaat, mohon sebarkan ke yang lain: Keutamaan Ilmu Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, begitu Nabi bersabda. “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim (Muslim lelaki dan Muslim perempuan).” (HR. Ibnu Majah) Kita harus mempelajari ilmu sebelum kita berbicara dan beramal tentang itu: “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah…” [Muhammad 19] Dalam menyampaikan ilmu, Nabi biasanya mengulang hingga 3x: “Anas r.a. mengatakan bahwa apabila Nabi saw. mengatakan suatu perkataan beliau mengulanginya tiga kali sehingga dimengerti. Apabila beliau datang pada suatu kaum, maka beliau memberi salam kepada mereka tiga kali.” [HR Bukhari] Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah: ” ….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11) Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9). “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya, hanyalah ulama”. (TQS.Fathir [35]: 28) „Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9) “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11) Pada surat Ali ‘Imran: 18 Allah SWT bahkan memulai dengan dirinya, lalu dengan malaikatnya, dan kemudian dengan orang-orang yang berilmu. Jelas kalau Allah menghargai orang-orang yang berilmu. “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)” (Ali Imran:18) Allah juga menyatakan bahwa hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan yang diberikan Allah untuk manusia. “Dan perumpamaan- perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al ‘Ankabut:43) Hendaknya kita berdoa agar ilmu kita senantiasa ditambah: “Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmuku.” (Thaha: 114) Tuhan juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an. “Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat2 yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (Al Ankabut:49) Dalam Kitab Ihya ‚Uluumuddiin susunan Imam Al Ghazali disebut bahwa Nabi berkata: „Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama!“ Nabi Muhammad SAW juga sangat menghargai orang yang berilmu. “Ulama adalah pewaris para Nabi” Begitu sabdanya seperti yang dimuat di HR Abu Dawud. Bahkan Nabi tidak tanggung2 lebih menghargai seorang ilmuwan daripada satu kabilah. “Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada matinya seorang ‘alim.” (HR Thabrani) Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu2 bisa tersesat karena kurangnya ilmu. “Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti keutamaan diriku atas orang yang paling rendah dari sahabatku.” (HR At Tirmidzi). Itulah kemulian orang yang berilmu! Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar: “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim) “Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan) “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim) “Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari) Menuntut ilmu itu wajib selama kita masih hidup: اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد. “Carilah ilmu semenjak dari ayunan sampai liang lahat” [HR Bukhari] Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat. Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra) Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27) Ilmu itu begitu luas, dari yang bermanfaat hingga yang tidak bermanfaat. Contoh ilmu yang bermanfaat adalah ilmu agama, ilmu fisika, ilmu komputer, dsb. Contoh ilmu yang tidak bermanfaat bahkan terlarang adalah ilmu sihir, ilmu meramal/astrologi, dsb. Begitu banyak ilmu namun waktu kita begitu sedikit. Oleh karena itu hendaknya dipakai untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat. Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.’ Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.” “Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud. “Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan engkau kepada-Ku.” Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.” Ternyata ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah hati serta terhindar dari sifat takabur.. Ilmu selain diyakini kebenarannya juga harus diamalkan. Sebab ilmu tanpa amal, seperti pohon yang tidak berbuah. “Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka “. (hadits) Tidak pantas bagi orang Islam/Ulama mengajarkan orang melakukan sesuatu sementara dia sendiri tidak melaksanakannya: “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang kalian sendiri tidak mengerjakannya. Sungguh besar murka Allah atas perkataan kalian terhadap sesuatu yang kalian sendiri tidak kerjakan.” (QS. Ash Shaff [61]: 2-3) “Apakah kalian menyuruh orang untuk mengerjakan kebaikan sedangkan kalian melupakan kewajiban diri kalian sendiri. Padahal kalian juga membaca Al Kitab. Tidakkah kalian memahami.” (QS. Al Baqarah [2]: 44) Ilmu atau ayat Al Qur’an yang tidak diamalkan akan jadi beban bagi kita di akhirat: “Dan al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu atau hujjah untuk menjatuhkan dirimu.” (HR. Muslim)” “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia akan ditanya tentang empat perkara, diantaranya adalah tentang ilmunya, apa yang sudah diamalkannya.” [HR Abu Barzah] Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya keledai yang menggerakkan penggilingan. Penduduk neraka pun berkumpul mengerumuninya. Mereka bertanya, ‘Wahai fulan, apakah yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kami dari kemungkaran?’. Dia menjawab, ‘Dahulu aku memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru melakukannya’.” [HR Bukhari dan Muslim] Begitu juga amal tanpa ilmu, hanya akan membawa kehancuran. Contohnya orang tidak pernah belajar menerbangkan pesawat tentu akan berbahaya jika dia menerbangkan pesawat. Setelah diamalkan, maka disunnahkan bagi kita untuk mengajarkan ilmu tersebut ke orang lain yang belum mengetahui. Kita menuntut ilmu dunia selama 12 tahun dari SD hingga SMA. Setiap hari paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari? Jika tidak, sungguh malang nasib kita, padahal ilmu agama penting bagi kita guna mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat lebih baik dan lebih kekal? Bukankah hidup di dunia hanya sekejap saja (Cuma sekitar 63 tahun)? Meski dia profesor Fisika atau Pakar Komputer, tapi jika tidak tahu ilmu agama sehingga sholat, puasa, zakat, dsb tidak benar niscaya dia akan masuk neraka. Pada awal masa Islam, ummat Islam melaksanakan ajaran tsb dengan sungguh2. Mereka giat menuntut ilmu. Hadits2 seperti “Siapa yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari pengetahuan, ia berada di jalan Allah”, “Tinta seorang ulama adalah lebih suci daripada darah seorang syahid (martir)”, memberikan motivasi yang kuat untuk belajar. Ummat Islam belajar dari orang Cina teknik membuat kertas. Pabrik kertas pertama didirikan di Baghdad tahun 800, dan perpustakaan pun tumbu dengan subur di seluruh negeri Arab (baca: Islam) yang dulu dikenal sebagai bangsa nomad yang buta huruf dan cuma bisa mengangon kambing. Direktur observatorium Maragha, Nasiruddin At Tousi memiliki kumpulan buku sejumlah 400.000 buah. Di Kordoba (Spanyol) pada abad 10, Khalifah Al Hakim memiliki suatu perpustakaan yang berisi 400.000 buku, sedangkan 4 abad sesudahnya raja Perancis Charles yang bijaksana (artinya: pandai) hanya memiliki koleksi 900 buku. Bahkan Khalifah Al Aziz di Mesir memiliki perpustakaan dengan 1.600.000 buku, di antaranya 16.000 buah tentang matematika dan 18.000 tentang filsafat. Pada masa awal Islam dibangun badan2 pendidikan dan penelitian yang terpadu. Observatorium pertama didirikan di Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah Amawi Abdul Malik. Universitas Eropa 2 atau 3 abad kemudian seperti Universitas Paris dan Univesitas Oxford semuanya didirikan menurut model Islam. Para ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan bagaimana ilmu Matematika atau Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem “Angka Arab” yang diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan angka 3 dengan mudah memakai angka Romawi, yaitu “III,” tapi coba tulis angka 879.094.234. 453.340 ke dalam angka Romawi. Bingungkan? Jadi para ahli matematika dan akuntan haruslah berterimakasih pada orang-orang Islam, he he he..:) Selain itu berkat Islam pulalah maka para ilmuwan sekarang bisa menemukan komputer yang menggunakan binary digit (0 dan 1) sebagai basis perhitungannya, kalau dengan angka Romawi (yang tak mengenal angka 0), tak mungkin hal itu bisa terjadi. Selain itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithm (yang diambil dari namanya) dan juga Aljabar (Algebra). Omar Khayam menciptakan teori tentang angka2 “irrational” serta menulis suatu buku sistematik tentang Mu’adalah (equation). Di dalam ilmu Astronomi ummat Islam juga maju. Al Batani menghitung enklinasi ekleptik: 23.35 derajad (pengukuran sekarang 23,27 derajad). Dunia juga mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya Al Qanun fit Thibbi diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone (meninggal tahun 1187), yang sampai zaman Renaissance tetap jadi textbook di fakultas kedokteran Eropa. Ar Razi (Razes) adalah seorang jenius multidisiplin. Dia bukan hanya dokter, tapi juga ahli fisika, filosof, ahli theologi, dan ahli syair. Eropa juga mengenal Ibnu Rusyid (Averroes) yang ahli dalam filsafat. Dan masih banyak lagi kemajuan yang dicapai oleh ummat Islam di bidang ilmu pengetahuan. Ketika terjadi perang salib antara raja Richard the Lion Heart dan Sultan Saladdin, boleh dikata itu adalah pertempuran antara bangsa barbar dengan bangsa beradab. Raja Richard yang terkenal itu ternyata seorang buta huruf, (kalau rajanya buta huruf, bagaimana rakyat Eropa ketika itu) sedangkan Sultan Saladin bukan saja seorang yang literate, tapi juga seorang ahli di bidang kedokteran. Ketika raja Richard sakit parah dan tak seorangpun dokter ahli Eropa yang mampu mengobatinya, Sultan Saladin mempertaruhkan nyawanya dan menyelinap di antara pasukan raja Richard dan mengobatinya. Itulah bangsa Islam ketika itu, bukan saja pintar, tapi juga welas asih. Jika kita menonton film Robin Hood the Prince of Thieves yang dibintangi Kevin Kostner, tentu kita maklum bagaimana Robin Hood terkejut dengan kecanggihan teknologi bangsa Moor seperti teropong. Tapi itu sekarang tinggal sejarah. Ummat Islam sekarang tidak lagi menghargai ilmu pengetahuan tak heran jika mereka jadi bangsa yang terbelakang. Hanya dengan menghidupkan ajaran Islam-lah kita bisa maju lagi. Ummat Islam harus kembali giat menuntut ilmu. Menurut Al Ghazali, sesungguhnya menuntut ilmu itu ada yang fardu ‘ain (wajib bagi setiap Muslim) ada juga yang fardu kifayah (paling tidak ada segolongan ummat Islam yang mempelajarinya. Jika sebagian muslim sudah mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang belajar ilmu kedokteran), maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tapi mempelajari ilmu agama adalah fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim. Tanpa ilmu, maka semua amalnya akan ditolak. Ilmu agama tentang mana yang wajib dan mana yang halal seperti cara shalat yang benar itu adalah wajib bagi setiap muslim. Jangan sampai ada seorang ahli Matematika, tapi cara shalat ataupun mengaji dia tidak tahu. Jadi ilmu agama yang pokok agar setiap muslim bisa mengerjakan 5 rukun Islam dan menghayati 6 rukun Iman serta mengetahui kewajiban dan larangan Allah harus dipelajari oleh setiap muslim. Untuk apa kita jadi ahli komputer, kalau kita akhirnya masuk neraka karena tidak pernah mengetahui cara shalat? Adapun ilmu yang memberikan manfaat bagi ummat Islam seperti kedokteran yang mampu menyelamatkan jiwa manusia, ataupun ilmu teknologi persenjataan seperti pembuatan tank dan pesawat tempur agar ummat Islam bisa mempertahankan diri dari serangan musuh adalah fardu kifayah. Paling tidak ada segolongan muslim yang menguasainya. Yang pertama harus kita pelajari adalah aqidah atau tauhid yang juga disebut “Ushuluuddiin” (Dasar-dasar Agama). Ini adalah fondasi yang harus kita kuasai. Kita bukan cuma tahu bahwa rukun iman ada 6, tapi juga tahu dalil-dalilnya. Sebagai contoh, beriman kepada Allah. Kita juga harus tahu sifat-sifat Allah seperti wujud (ada). Kita tidak bisa cuma bilang bahwa Tuhan itu ada. Tapi juga harus bisa membuktikan/ menjelaskan dalil-dalil bahwa Tuhan itu memang ada. Tanpa aqidah yang kuat, maka seseorang yang ibadahnya rajin dapat tersesat atau murtad dengan mudah. Setelah aqidah kita kuat dan dilandasi dengan ilmu, baru kita mempelajari Fiqih. Fiqih adalah ilmu yang menjelaskan cara-cara beribadah kepada Allah seperti sholat, puasa, zakat, hubungan dengan sesama manusia, dan sebagainya. Banyak kewajiban mau pun larangan yang harus kita ketahui, ada di kitab-kitab Fiqih. Yang harus kita ketahui lagi adalah, ilmu agama harus berlandaskan Al Qur’an dan Hadits yang shahih. Jika satu masalah tidak tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits, baru dilakukan ijtihad. Tapi ijtihad ini pun tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits. Menuntut ilmu juga niatnya harus untuk Allah semata. Bukan untuk kepentingan pribadi. Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin menuntut ilmu. Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr] Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri. Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud] Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah] “Seorang ‘alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhaan Allah, maka dia akan ditakuti oleh segalanya. Akan tetapi, jika dia bermaksud untuk menumpuk harta, maka dia akan takut dari segala sesuatu.” [HR. Ad Dailami] Sedikit nasehat dalam belajar: Biasakan usai belajar di sekolah/madrasah, dibaca/pelajari lagi apa yang baru dipelajari. Kemudian saat akan belajar di sekolah juga baca/pelajari apa yang akan dipelajari. Dengan cara ini, ilmu akan lebih melekat ketimbang dengan memakai “sistem” SKS (Sistem Kebut Semalam) yang dalam waktu 1-2 minggu juga bisa hilang lagi hafalan/ilmunya. Dirangkum dari berbagai tulisan seperti “Ilmu yang bermanfaat” (Aa Gym), “Ihya ‘Uluumuddiin” (Imam Al Ghazali) Baca selengkapnya di: http://media- islam.or. id/2007/09/ 14/keutamaan- ilmu Selengkapnya...

Kamis, 19 Juli 2012

MULAILAH BAHAGIA

Posted by: "iswardeni@pbrx.co.id" iswardeni Morning: Hidup ini akan indah dan membahagiakan, jika kita memiliki sudut pandang positif. Mulai lah hari dgn bersyukur dan membangkitkan rasa bahagia dan kegembiraan. Begitu banyak alasan untuk bersyukur dan bergembira, jangan biarkan hidup menderita. Sukses akan mudah diraih dgn rasa bersyukur dan gembira. Prilaku yg baik, dan selalu terjaga niscaya akan berakhir baik bagi semua. Rgds Iswardeni. BAHAGIAKAN HATI DGN HIDUP PENUH SYUKUR. Selengkapnya...

Antara Dakwah Islam dan Mematikan Syiar Islam

Posted by: "A Nizami" nizaminz Assalamu'alaikum wr wb, Bukan cuma dalam bisnis. Dalam dakwah Islam pun kadang terjadi persaingan yang bukan sekedar fastabiqul khoirot, tapi juga saling mematikan. Masing-masing pihak merasa hanya kelompoknya yang masuk 1 golongan yang lurus dari 73 aliran Islam yang ada. Sementara ummat Islam yang lain dianggap sesat atau kafir. Mereka merasa hanya kelompok mereka saja yang termasuk orang-orang yang beriman. Walhasil, banyak yang tidak mau mengaji di masjid2 dekat rumah mereka. Sementara mengaji dgn ustad yang sekelompok malas karena jauh. Sehingga mereka dan juga anak2 mereka tidak paham cara membaca Al Qur'an (makhroj dan tajwid) yang benar. Tak paham cara sholat yang benar, dsb. Sesungguhnya ummat Islam yang beriman itu bersaudara: إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” [Al Hujuraat 10] Orang-orang yang beriman itu ibarat satu tubuh. Jika satu bagian sakit, yang lain ikut merasakan sakit: Hadis riwayat Nukman bin Basyir ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam. (Shahih Muslim No.4685) Ummat Islam itu saling menguatkan satu sama lain: Hadis riwayat Abu Musa ra. dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana bagiannya saling menguatkan bagian yang lain. (Shahih Muslim No.4684) Allah melarang ummat Islam untuk bercerai-berai: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Janganlah kita berpecah-belah dan menganggap hanya kelompok kita yang paling benar. Apa pun alasannya! Allah sudah mengingatkan kita dan melarang kita melakukan hal itu: “Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [Ar Ruum:32] “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” [Al An’aam:159] http://media- islam.or. id/2011/03/ 13/ummat- islam-itu- satu-dan- jangan-berpecah- belah    . Selengkapnya...

Panduan Puasa Ramadhan menurut Ayat Qur’an dan Hadits

Posted by: "A Nizami" nizaminz Panduan Puasa Ramadhan menurut Ayat Qur’an dan Hadits Kewajiban berpuasa dalam Al Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183] Pada bulan Ramadhan, setiap Muslim wajib berpuasa kecuali orang yang sakit, dalam perjalanan, haidh, atau pun belum balligh: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelas an mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [Al Baqarah 185] Keutamaan berpuasa: “Diriwayatkan dari Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” [Bukhari-Muslim] Orang yang berpuasa termasuk golongan yang mendapat ampunan dan pahala besar dari Allah: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Ahzab 35] “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hamba yang berpuasa di jalan Allah, Allah akan menjauhkannya dari api Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun” [Bukhari-Muslim] Keutamaan bulan Ramadan Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1793 Wajib berpuasa Ramadan jika melihat hilal awal Ramadan dan berhenti puasa jika melihat hilal awal Syawal. Jika tertutup awan, maka hitunglah 30 hari Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari) Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1795 Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1812 Dilarang puasa pada hari raya “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak boleh berpuasa pada dua hari tertentu, iaitu Hari Raya Korban (Aidiladha) dan hari berbuka dari bulan Ramadan (Aidilfitri)” [Bukhari-Muslim] Niat Puasa Ramadhan Sesungguhnya amal itu tergantung dari niat [Bukhari-Muslim] Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” [Imam Lima] Bersahur (makan sebelum Subuh) itu sunnah Nabi “Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Hendaklah kamu bersahur karena dalam bersahur itu ada keberkatannya” [Bukhari-Muslim] Tips agar kuat berpuasa: minumlah 2 sendok makan madu dan 3 butir korma saat sahur. Sunnah melambatkan sahur. Dari Zaid bin Tsabit ra., ia berkata: Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan salat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah saw. menjawab: Selama bacaan 50 ayat (sekitar 5 menit). (Shahih Muslim No.1837) Menyegerakan Berbuka Puasa di waktu maghrib “Diriwayatkan daripada Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Apabila datang malam, berlalulah siang dan tenggelamlah matahari. Orang yang berpuasa pun bolehlah berbuka” [Bukhari-Muslim] Dari Sahal Ibnu Sa’ad Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [Muttafaq Alaihi] Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba- Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang menyegerakan berbuka.” Sunnah berbuka puasa dengan kurma dan air minum (ta’jil) kemudian shalat Maghrib. Setelah itu makan malam. Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim. Ketika kita berpuasa, kita dilarang berkata kotor, mencaci, atau berkelahi. Hal ini untuk menempa diri kita agar memiliki akhlak yang terpuji: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” [Bukhari-Muslim] Puasa yang sia-sia “Dari Abu Hurairah ra: katanya Rasulullah saw berabda: “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” [Bukhari] Jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita. Dilarang bersetubuh pada saat berpuasa “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Seorang lelaki datang menemui Rasulullah s.a.w lalu berkata: Celakalah aku wahai Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w bertanya: Apakah yang telah membuatmu celaka? Lelaki itu menjawab: Aku telah bersetubuh dengan isteriku pada siang hari di bulan Ramadan. Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu memerdekakan seorang hamba? Lelaki itu menjawab: Tidak. Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak. Rasulullah s.a.w bertanya lagi: Mampukah kamu memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Kemudian duduk. Rasulullah s.a.w kemudiannya memberikan kepadanya suatu bekas yang berisi kurma lalu bersabda: Sedekahkanlah ini. Lelaki tadi berkata: Tentunya kepada orang yang paling miskin di antara kami. Tiada lagi di kalangan kami di Madinah ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami. Mendengar ucapan lelaki itu Rasulullah s.a.w tersenyum sehingga kelihatan sebahagian giginya. Kemudian baginda bersabda: Pulanglah dan berilah kepada keluargamu sendiri” [Bukhari-Muslim] Bangun dari junub tidak membatalkan puasa “Diriwayatkan daripada Aisyah dan Ummu Salamah r.a, kedua-duanya berkata:: Nabi s.a.w bangkit dari tidur dalam keadaan berjunub bukan dari mimpi kemudian meneruskan puasa” [Bukhari-Muslim] Lupa tidak membatalkan puasa Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.” [Muttafaq Alaihi] Orang yang sedang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa. Tapi wajib menggantinya di lain hari. Dari Hamzah Ibnu Amar al-Islamy ra bahwa dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku kuat berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa? Maka Rasulullah SAW bersabda: “Ia adalah keringanan dari Allah, barangsiapa yang mengambil keringanan itu maka hal itu baik dan barangsiapa senang untuk berpuasa, maka ia tidak berdosa.” [Bukhari-Muslim] Orang tua cukup bayar fidyah Ibnu Abbas ra berkata: Orang tua lanjut usia diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari untuk seorang miskin, dan tidak ada qodlo baginya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim. Orang yang sakit atau bepergian boleh tidak puasa. Namun harus mengganti puasanya di hari lain. Ada pun orang yang berat menjalankannya (misalnya sudah tua), wajib membayar fidyah: “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [Al Baqarah 184] Wanita hamil/menyusui jika kuat sebaiknya puasa. Tapi jika dia sakit atau lemah sehingga merasa berat sebagaimana ayat di atas, dia bisa mengqodho puasanya. I’tikaf (diam di masjid) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya. Muttafaq Alaihi. Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bila hendak beri’tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya. Muttafaq Alaihi. Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa meninggal dan ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya.” Muttafaq Alaihi. Dari Abu Ayyub Al-Anshory ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” Riwayat Muslim. Malam Lailatul Qadr Malam Lailatul Qadar adalah malam mulia yang nilainya lebih baik daripada 1.000 bulan (354.000x malam biasa): “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [QS Al Qadar: 1 - 5] Dari Ibnu Umar ra bahwa beberapa shahabat Nabi SAW melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka barangsiapa mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir.” Muttafaq Alaihi. Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan ra bahwa Nabi SAW bersabda tentang lailatul qadar: “Malam dua puluh tujuh.” [Abu Daud] Dari ‘Aisyah ra bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: “bacalah: (artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku).” Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud. Baca selengkapnya di: http://media- islam.or. id/2009/08/ 17/panduan- puasa-bulan- ramadhan- menurut-ayat- qur%E2%80% 99an-dan- hadits/ Media Islam – Belajar Islam sesuai Al Qur’an dan Hadits http://media- islam.or. id/category/ islam/puasa Silahkan baca juga artikel lain tentang puasa. Semoga bermanfaat: Panduan Puasa Ramadhan menurut Ayat Qur’an dan Hadits Hikmah Puasa yang Harus Kita Amalkan Tips Agar Kuat Berpuasa di Bulan Ramadhan=== Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits di http://media- islam.or. id Selengkapnya...

Jumat, 06 Juli 2012

Allah adalah Tuhan kita

Wahai Jin dan Manusia, Allah adalah Tuhan kita. Dia maujud, ada! Dia ada bukan karena suatu ciptaan. Bukan pula muncul dari ketiadaan. Dia ada bersama dengan segala sesuatu, namun tidak dengan suatu kesertaan. Dia lain dari segala sesuatu bukan karena keterpisahan darinya. Dia pelaku namun tanpa gerak maupun alat. Dia maha melihat bahkan sebelum adanya suatu makhluk apapun. Dia sendiri, dalam arti tidak ada sesuatu yang dengannya Dia merasa terikat atau gelisah bila terpisah darinya. Subhanallah, alhamdulillah, lailahaillallah, allahuakbar. * -- Posting oleh Temie Iswanto Selengkapnya...

Si Putih tidak selamanya cantik, sihitam bukan lambang kejelekan by "Rahima" rahimarahim

Posted by: "Rahima" rahimarahim Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh Hmmm, sebuah ibarat sindirian yang sangat memukau dan menyakitkan bagi yang sadar. Kulit Putih itu, tidak selamanya lambang “KECANTIKAN” Kulit Hitam tidak selamanya lambang “KEBURUKAN” Lihatlah kain kafan, betapa dia berwarna PUTIH tapi MENAKUTKAN Lihatlah Ka’bah dia HITAM tapi sangat CANTIK Manusia itu dinilai bukan dengan kecantikan tampilan depannya Tapi dengan akhlaq yang mulia. Kalau seorang lelaki dinilai KEJANTANANNYA, dari SUARANYA YANG KERAS Maka KELEDAI lah tempat yang pantas untuk dinilai ber Suara yang JANTAN (Ingat lho,..ini firman llah Ta’ala, sesungguhnya sekeras keras suara adalah suara Himar, alias keledai) Kalau saja Keperempuanan /kefeminiman wanita dinilai dari “Ketelanjangan tubuhnya” Maka KERALAH tempat yang paling pantas untuk menarik perhatian orang lain. Selengkapnya...

*Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya (1)*

Posted by: "Ananto" Ilmu hisab (astronomi) tentang posisi bulan yang berkembang di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. Ilmu Hisab Hakiki Taqribi. Yang termasuk kelompok ini antara lain Sullamun Nayyirayn oleh Muhammad manshur Ibn Abdil Hamid ibn Muhammad ad-Damiri al-batawi dan Fathur Rauful Mannan oleh KH Dahlan Semarang. 2. Ilmu Hisab Hakiki Tahqiqi. Yang termasuk kelompok ini antara lain Khulashotul Wafiyah oleh KH Zubeir, Badi’atul Mitsal oleh KH Ma’shum dan Nurul Anwar oleh KH Nur Ahmad 3. Ilmu Hisab Hakiki Tahqiqi Kontemporer. Yang termasuk kelompok ini antara lain New Comb, Astronomic Almanac, Nautical Almanac, Islamic Calender, dan Astronomical Formula for Computer. Pengelompokan tersebut didasarkan atas usia temuan data tentang gerakan benda-benda langit –terutama Matahari, Bulan dan Bumi– yang menjadi acuan hisabnya, yakni mulai dari temuan Sultan Ulugh Beyk di abad ke-14 Masehi (abad ke-9 Hijriyah) hingga temuan temuan astronomis di abad ke-20 serta temuan kontemporer yang selalu dikoreksi dengan rukyat demi rukyat (baca: observasi demi observasi). Oleh karena itu pengelompokan tersebut sekaligus meneunjukkan derajat kecermatan atau akurasinya. Persoalannya adalah bahwa ilmu-ilmu hisab dari semua kelompok yang memiliki derajat ketelitian yang berbeda-beda tersebut sama-sama ikut mengambil bagian untuk “didengar suaranya” dalam menentukan awal bulan qamariyah (Hijriyah) di Indonesia. Oleh karena itu manakala kepada para ahli hisab kapan awal bulan A atau awal bulan B qamariyah, maka lumrah saja jika jawaban mereka kadang berbeda-beda. Memperkecil Perbedaaan Terjadinya perbedaan hasil hisab tentang saat terjadinya ijtima’ (konjungasi) dan irtifa’ (ketinggian) hilal dalam derajat yang amat mencolok dari sudut ilmu pasti sangat sulit untuk ditoleransi. Apalagi obyek kajian ilmu hisab yang berbeda-beda hasil hitungannya itu tadi adalah gerakan dan lintasan benda-benda langit yang sama. Karena itu --tidak bisa tidak-- upaya untuk memperpendek jarak perbedaan --jika belum mungkin untuk menyamakannya- - harus segera dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh para ahli hisab sendiri. Sebab, suara para ahli hisab yang berbeda-beda --di samping membingungkan lambat-laun akan menurunkan wibawa mereka sendiri di mata umat. Mengingat produk hitungan ilmu hisab itu bukanlah perkara “ghaib” yang bersangkut paut dengan iman, melainkan produk dari suatu metoda ilmiah, maka hubungan seorang ahli hisab dengan metoda hisab yang dianutnya hendaknya tidak mengambil pola pendekatan imani dengan menempatkan metoda hisabnya itu sebagai “kaidah yang diturunkan dari langit”, melainkan harus mengambil pola pendekatan ilmiah juga, yakni siap menguji kebenarannya secara empirik. Jika tenyata ada selisih, ia harus memiliki kesiapan untuk memodifikasi metoda hisab itu, atau dengan sikap terbuka menerima kehadiran metoda hisab lain yang lebih akurat. Bersikukuh untuk tetap menyuarakan hasil perhitungan dari metoda hisab yang terbukti selalu meleset sama artinya dengan sengaja memfatwakan kekeliruan. Pengujian secara empirik hasil perhitungan dari sesuatu metoda hisab adalah dengan rukyat atau observasi, baik untuk variable ijtima’ maupun untuk variable irtifa’. Mengingat kedudukannya sebagai media pengujian, maka rukyat tersebut harus dilakukan dengan ketajaman akurasi yang memadai, baik dari segi ukuran ruang maupun waktu. Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang memiliki otoritas di bidang ini, seperti pusat-pusat observatorium astronomi, mutlak diperlukan dalam rangka memperoleh rukyat yang akurat itu tadi. Terdapat kesulitan untuk menguji ijtima’ dengan rukyat karena peristiwa ijtima’ itu sangat jarang yang dapat dirukyat. Bahagian terbesar dari peristiwa ijtima’ sama sekali tidak dapat dirukyat. Di dalam Compton's Pictured Encyclopedia jilid 9 halaman 480 (The Plulse of the Moon) dinyatakan: “The new moon can be the subject of no pictured errors since we see it at all.” (Bulan baru/ijtima’ dapat menjadi penyebab kesalahan-kesalahan yang tak tergambarkan karena kita tidak pemah merukyatnya) . Nah, peristiwa ijtima’ yang dapat dirukyat adalah kusufusy syams atau gerhana Matahari. Oleh karena itu peristiwa gerhana Matahari total yang terjadi kemarin merupakan kesempatan emas bagi para ahli hisab untuk menguji akurasi hasil hisabnya tentang saat terjadinya ijtima’. Kesulitan pengujian ijtima' yang diakibatkan oleh jarangnya terjadi peristiwa gerhana Matahari bisa diatasi dengan pengujian peristiwa istiqba1, yaitu dengan merukyat peristiwa khusuful qamar atau gerhana Bulan yang tenyata lebih sering terjadi. Tingkat kekeliruan hasil perhitungan mengenai saat terjadinya khusuful qamar adalah gambaran dari tingkat kekeliruan hasil perhitungan mengenai saat terjadinya ijtima’. Soal Sulamun Nayyirayn Dalam hubungan ini terobosan hisab kitab Sullamun Nayyirayn patut diajukan sebagai contoh. Suatu tanbih atau peringatan dari kitab hisab Sullamun Nayyirayn yang ditujukan kepada para pengguna metoda tersebut menegaskan bahwa apabila terjadi selisih waktu antara saat ijtima-' atau istiqbal yang dihasilkan dari Sullamun Nayyirayn dengan saat Khusuf dan Kusuf senyatanya yang bisa dirukyat, maka untuk penyesuaian agar diperoleh yang lebih tepat hendaknya selisih waktu tersebut ditambahkan kepada saat ijtima-' yang dihasilkan dari hisab Sullamun Nayyirayn. Sebab, tabel hisab Sultan Ulugh Beyk al-Samarqandi yang diacu oleh Sullamun Nayyirayn adalah tabee hisab yang sudah lama yang natijah-natijahnya sudah kurang tepat setelah berlalunya masa yang panjang. “Penyesuaian” adalah langkah penting yang senantiasa ditempuh oleh para falaki dalam rangka mempertajam perhitungan mengenai gerakan an-Nayyirayn (Matahari dan Bulan). Esensi tanbih yang dinamis dan terbuka dari Sullamun Nayyirayn ini adalah menifestasi dari sikap ilmiah falaki yang sejati. Selanjutnya untuk variabel irtifa’ atau ketinggian hilal, pengujiannya dengan rukyat hilal tanggal satu adalah relatif sulit. Disamping karena ketinggiannya rendah dan saat munculnya di atas ufuk relatif singkat, juga karena cahayanya masih terlalu lemah dan tipis sehingga mudah hilang ditelan oleh kecerlangan warna mega yang melatarbelakanginya atau ditutup oleh polusi udara dan mendung yang tipis sekalipun. Untuk kepentingan pembuktian, rukyat hilal perlu dilakukan pada tanggal dua atau tanggal tiga dengan mengukur irtifa’nya secara cermat dengan memanfaatkan alat ukur ketinggian benda langit yang teruji akurasinya. Pengukuran itu hendaknya dilakukan berkali-kali dalam bulan yang berlainan, dan hasilnya difungsikan sebagai juri yang adil untuk memutuskan metode hisab mana yang paling akurat hasil hitungan irtifa' hilalnya. KH Abdul Salam Nawawi Ketua Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur -- http://harian- oftheday. blogspot. com/ "...menyembah yang maha esa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, mengasihi sesama..." Selengkapnya...