Kamis, 26 Februari 2009

Retak

Retak menerpa, menyusun ucap menjumput cinta, tinggalkan mega dibalik iga. Sendat gairah pada langkah. Tanamkan hampa antara senyap. Beri kabar tak bermakna. Cipta jalan berlobang.
Retak menerpa, menghambur rasa menyusun ucap tak berkata, bertaut, muka bernganga. Memendam tikam makna. Darah geliat bersuara. Meracik suci tanamkan hampa.
Retak menerpa, menggali kais kata, berlalu menjumput cinta. Ambil risi tanam benci, dustakan kalbu, duka dibelah, tangis menitik luka, menghantam diri pisah antara.
Retak menerpa, memisah sang bayang, menyusup gelap dibalik iga, berbisik jasad mengadu, belai gundah, cipta hening. Kikis suara gema, beri kabar ketidakpastian.
Retak menerpa, sunyi tertawa, sambut gayung tampa, ciduk cahya tinggalkan mega. Bercak hias rasa, susun noktah kumpul pekat, bentuk senyap kala esok.
Retak menerpa, menggapai bayu, mendekam bergayutan di dalam dada. Daging dan paru terempas jepit sisa-sisa rasa, sendat gairah dan kenginan melalui suara tak bermakna.
Retak menerpa, menggunting kisah, buka kepedihan. Tabur kerengkahan tersipu. Himpit mimpi-mimpi, tetak sukma pada langkah. Gilas gaung jadi bisu, mencipta bentang jalan yang berlobang.

1286

Dalam benak kita terbayang bahwa retak dan keretakan merupakan suatu goratan tanda kehancuran. Kehancuran yang seharusnya tidak boleh terjadi. Kehancuran apa saja ? Kehancuran pribadi, keluarga, masyarakat dan sebagainya.
Mumpung masih goratan maka seharusnya dieratkan kembali, ditautkan dan dipoles kembali sehingga tidak ada lagi goratan-goratan tersebut.
Dan tidak panjang lagi untaian puisi retaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar